Akhirnya Aku Bikin Blog Baru
Tak pernah terbayangkan sebelumnya, bagaimana kondisi pembaca blogku bila mereka berlama-lama membaca tulisan yang kuposting. Aku tidak pernah tahu karena memang tidak pernah membaca ulang dalam keadaan sudah diunggah. Itu karena sebelum memasuki tahap publikasi setiap tulisan sudah mengalami pengeditan. Jadi, aku merasa tak perlu lagi memeriksanya.
Beberapa hari lalu, setelah aku membaca sekian tulisan yang sudah terposting, nampak ada yang lain dalam pandanganku. Blogku terasa tidak ramah terhadap kehadiran sepasang mataku. Menghabiskan beberapa tulisan membuat bola mataku berair. Aku terpaksa menghentikan pembacaan karena dari sela-sela bola mataku timbul rasa nyeri. Seperti ada yang menarik urat-urat di sekitar situ.
Aku tidak tahu apa penyebab semua itu. Pun aku belum sempat bertanya kepada beberapa teman yang kira-kira tahu soal seluk beluk mata dan penyakitnya. Aku juga tidak yakin ini semata-mata masalah mata, lebih dari itu permasalahan ada pada konstruk, interior, dan warna dalam blogku. Ini hanya persoalan prediksi. Tapi, prediksi itu menemukan pembenaran ketika aku membacanya lagi pada waktu yang lain. Mataku kembali berair dan nyeri.
Blog yang beralamat di http://belengbettung.blogspot.com itu memiliki desain yang lumayan setelah kuotak-atik tak terbilang kali. Aku memang suka mendesain blog, ditambah lagi perasaan bosan yang sering kali menyergap bila melihat blog dengan desain yang buruk. Maka dari itu, beberapa tahun lalu, waktu aku masih duduk di bangku MAK, saat baru mengenal blog, aku mulai belajar secara otodidak mengenai serangkaian kode HTML blog yang njelimetnya minta ampun karena tak boleh salah walau hanya setitik saja. Meski beberapa sudah paham, lebih banyak yang masih belum kuketahui. Blogku itu menggunakan desain dasar sebagaimana keterbatasan pengetahuanku. Dan itu merupakan hasil eksperimen atau tambal-sulam dari kode-kode yang kucomot melalui blog-blog tutorial blog.
Kerja otodidak itu memang berangkat dari nol. Aku belajar membuat blog dari sebuah artikel yang kuambil dari Google lalu kuprint. Kupelajari artikel itu lebih rajin ketimbang belajar Sharraf atau Imrithi. Aku selalu membawanya ke mana-mana. Waktu itu, blog masih berbahasa Inggris, belum ada dalam bahasa Indonesia. Karena kemampuan berbahasa Inggris yang kumiliki amburadul praktis kian memperpanjang proses pembelajaran yang kujalani.
Karenanya, aku belajar ngeblog nyaris hanya melalui percobaan-percobaan. Jika suatu percobaan tidak berhasil, maka aku akan memulai percobaan baru. Itu terus berlanjut hingga sekarang. Banyak sekali kode HTML yang kutahu kegunaannya tapi tidak tahu kode apakah tersebut. Itulah konsekuensi dari belajar melalui percobaan-percobaan. Tidak tahu secara teori, hanya prakteknya saja. Tapi aku pikir ini malah lebih baik tinimbang tahu teori tapi tak tahu praktek. Tentu saja yang paling baik adalah tahu dua-duanya kan?
Berangkat dari coba-coba, akhirnya aku bisa menghasilkan blog yang kuberi judul “Menunggu Senja” itu. Pemilihan warna di situ juga tak asal aku membuatnya. Kupertimbangkan dengan judul serta image pada header blog. Warna hitam yang mendominasi backround dan sidebar kira-kira mewakili sebuah suasana yang pekat, misteri, dan teka-teki dari sebuah senja. Lebih luas pemaknaanya berkaitan dengan tulisan-tulisan yang akan aku tulis kelak. Aku tahu, karena takkan jauh dari kegemaranku, blog itu akan banyak diisi oleh tulisan yang banyak menyentuh wilayah sastra. Pemahaman awam padaku menuntun suatu interpretasi bahwa ihwal warna hitam amat mewakili tentang dunia sastra yang banyak menyimpan misteri. Misteri itu kelak akan menjadi daya lejit imajinasi para pembacanya. Itu pikiranku. Sangat sederhana dan sungguh tendensius.
Setelah itu aku tak berpikir apa-apa lagi. Aku mulai menulis dan kemudian mengunggahnya ke dalam blog tersebut. Dan sesekali menambah konten yang sekiaranya membuat ia makin terlihat cantik. Belum sempat berpikir kembali apakah interpretasi awal tentang warna itu sudah mewakili atau masih mentah. Aku ingin blog itu terus hidup walau tak ada yang akan membaca. Mengenai ini aku punya persepsi lain. Blogku tak harus punya pembaca, tapi ia lebih sebagai dokumetasi pengganti flashdisck atau disket. Sekedar menyimpan data, itu saja.
Blogku memang sempat vakum setelah lama aku tidak menulis. Kondisi itu terentang sekitar tahun 2007-2008. Rentang yang cukup lama untuk ukuran sebuah cita-cita. Ketika kemudian ia aktif kembali cita-cita untuk menjadi penulis mulai menguap dalam diriku. Aku berpikir sederhana tentang hidup ini, jalani apa adanya. Sederhana dan kelihatan putus asa bukan? Hehe…
*****
Belakangan lumayan aku mulai banyak memoderasi postingan-postingan di blog itu. Tapi ingat ya, postingan-postingan itu hanya sebuah tulisan pelepas lelah. Sangat sedikit data dan fakta, kebanyakan hanyalah spekulasi yang bertebaran di mana-mana. Kesemuanya hanyalah cerita harian yang tidak pernah menarik karena memang tak ada yang menarik dalam kehidupanku. Tak ada heroisme yang menggebu-gebu karena kebanyakan ia berangkat keseharian yang…yah, begitulah. Paling banter hanya kebosanan yang tiap kali sering menyerang secara tiba-tiba.
Melihat tulisan yang lumayan banyak (lebih banyak dari biasanya maksudnya) itu aku tergerak untuk membaca ulang dalam keadaan sudah diposting. Membaca kembali tulisan-tulisan itu membuat gairahku bangkit untuk terus menulis. Meski tak tahu alasan kenapa aku mesti menulis. Tapi, terbukti tulisan-tulisan itu menyimpan gairah terpendam.
Nah, dalam proses membaca ulang tersebut aku menemukan banyak hal yang luput kuungkap. Selain itu, kesalahan ketik juga amat mengganggu. Namun, yang lebih tidak mengenakkan, sebagaimana kusebut di atas, adalah mencairnya air mata disertai rasa nyeri saat berlama-lama membacanya. Aku lalu menaruh curiga jangan-jangan desain blog ini yang tidak beres. Spekulasi ini kian menemukan kebenarannya ketika aku mencoba membaca di blog teman. Tidak ada masalah dengan mataku. Jadi, perpaduan warna hitam background dan warna putih tulisan sepertinya biang kerok semua itu.
Karena tak ingin disiksa oleh blog itu aku coba menginisiasi sebuah blog baru. Blog ini semoga tidak mengalami hal yang sama yang membuat spekulasi awalku menjadi mentah. Yang berarti pula ada masalah dengan mataku. Blog ini didesain dengan warna cerah, mengesankan sebuah optimisme mungkin. Aku tidak ambil pusing mengenai interpretasi. Ia akan menjadi dirinya sendiri.
Blog ini kuberi judul “Ngampong @ Blogspot” dengan alamat http://ngampong.blogspot.com. Sepertinya menarik dan entahlah kenyataanya. Gardu, tempat istirah melepas kepenatan. Semoga betul demikian.
guluk-guluk, 28 februari 2010
Beberapa hari lalu, setelah aku membaca sekian tulisan yang sudah terposting, nampak ada yang lain dalam pandanganku. Blogku terasa tidak ramah terhadap kehadiran sepasang mataku. Menghabiskan beberapa tulisan membuat bola mataku berair. Aku terpaksa menghentikan pembacaan karena dari sela-sela bola mataku timbul rasa nyeri. Seperti ada yang menarik urat-urat di sekitar situ.
Aku tidak tahu apa penyebab semua itu. Pun aku belum sempat bertanya kepada beberapa teman yang kira-kira tahu soal seluk beluk mata dan penyakitnya. Aku juga tidak yakin ini semata-mata masalah mata, lebih dari itu permasalahan ada pada konstruk, interior, dan warna dalam blogku. Ini hanya persoalan prediksi. Tapi, prediksi itu menemukan pembenaran ketika aku membacanya lagi pada waktu yang lain. Mataku kembali berair dan nyeri.
*****
Blog yang beralamat di http://belengbettung.blogspot.com itu memiliki desain yang lumayan setelah kuotak-atik tak terbilang kali. Aku memang suka mendesain blog, ditambah lagi perasaan bosan yang sering kali menyergap bila melihat blog dengan desain yang buruk. Maka dari itu, beberapa tahun lalu, waktu aku masih duduk di bangku MAK, saat baru mengenal blog, aku mulai belajar secara otodidak mengenai serangkaian kode HTML blog yang njelimetnya minta ampun karena tak boleh salah walau hanya setitik saja. Meski beberapa sudah paham, lebih banyak yang masih belum kuketahui. Blogku itu menggunakan desain dasar sebagaimana keterbatasan pengetahuanku. Dan itu merupakan hasil eksperimen atau tambal-sulam dari kode-kode yang kucomot melalui blog-blog tutorial blog.
Kerja otodidak itu memang berangkat dari nol. Aku belajar membuat blog dari sebuah artikel yang kuambil dari Google lalu kuprint. Kupelajari artikel itu lebih rajin ketimbang belajar Sharraf atau Imrithi. Aku selalu membawanya ke mana-mana. Waktu itu, blog masih berbahasa Inggris, belum ada dalam bahasa Indonesia. Karena kemampuan berbahasa Inggris yang kumiliki amburadul praktis kian memperpanjang proses pembelajaran yang kujalani.
Karenanya, aku belajar ngeblog nyaris hanya melalui percobaan-percobaan. Jika suatu percobaan tidak berhasil, maka aku akan memulai percobaan baru. Itu terus berlanjut hingga sekarang. Banyak sekali kode HTML yang kutahu kegunaannya tapi tidak tahu kode apakah tersebut. Itulah konsekuensi dari belajar melalui percobaan-percobaan. Tidak tahu secara teori, hanya prakteknya saja. Tapi aku pikir ini malah lebih baik tinimbang tahu teori tapi tak tahu praktek. Tentu saja yang paling baik adalah tahu dua-duanya kan?
Berangkat dari coba-coba, akhirnya aku bisa menghasilkan blog yang kuberi judul “Menunggu Senja” itu. Pemilihan warna di situ juga tak asal aku membuatnya. Kupertimbangkan dengan judul serta image pada header blog. Warna hitam yang mendominasi backround dan sidebar kira-kira mewakili sebuah suasana yang pekat, misteri, dan teka-teki dari sebuah senja. Lebih luas pemaknaanya berkaitan dengan tulisan-tulisan yang akan aku tulis kelak. Aku tahu, karena takkan jauh dari kegemaranku, blog itu akan banyak diisi oleh tulisan yang banyak menyentuh wilayah sastra. Pemahaman awam padaku menuntun suatu interpretasi bahwa ihwal warna hitam amat mewakili tentang dunia sastra yang banyak menyimpan misteri. Misteri itu kelak akan menjadi daya lejit imajinasi para pembacanya. Itu pikiranku. Sangat sederhana dan sungguh tendensius.
Setelah itu aku tak berpikir apa-apa lagi. Aku mulai menulis dan kemudian mengunggahnya ke dalam blog tersebut. Dan sesekali menambah konten yang sekiaranya membuat ia makin terlihat cantik. Belum sempat berpikir kembali apakah interpretasi awal tentang warna itu sudah mewakili atau masih mentah. Aku ingin blog itu terus hidup walau tak ada yang akan membaca. Mengenai ini aku punya persepsi lain. Blogku tak harus punya pembaca, tapi ia lebih sebagai dokumetasi pengganti flashdisck atau disket. Sekedar menyimpan data, itu saja.
Blogku memang sempat vakum setelah lama aku tidak menulis. Kondisi itu terentang sekitar tahun 2007-2008. Rentang yang cukup lama untuk ukuran sebuah cita-cita. Ketika kemudian ia aktif kembali cita-cita untuk menjadi penulis mulai menguap dalam diriku. Aku berpikir sederhana tentang hidup ini, jalani apa adanya. Sederhana dan kelihatan putus asa bukan? Hehe…
*****
Belakangan lumayan aku mulai banyak memoderasi postingan-postingan di blog itu. Tapi ingat ya, postingan-postingan itu hanya sebuah tulisan pelepas lelah. Sangat sedikit data dan fakta, kebanyakan hanyalah spekulasi yang bertebaran di mana-mana. Kesemuanya hanyalah cerita harian yang tidak pernah menarik karena memang tak ada yang menarik dalam kehidupanku. Tak ada heroisme yang menggebu-gebu karena kebanyakan ia berangkat keseharian yang…yah, begitulah. Paling banter hanya kebosanan yang tiap kali sering menyerang secara tiba-tiba.
Melihat tulisan yang lumayan banyak (lebih banyak dari biasanya maksudnya) itu aku tergerak untuk membaca ulang dalam keadaan sudah diposting. Membaca kembali tulisan-tulisan itu membuat gairahku bangkit untuk terus menulis. Meski tak tahu alasan kenapa aku mesti menulis. Tapi, terbukti tulisan-tulisan itu menyimpan gairah terpendam.
Nah, dalam proses membaca ulang tersebut aku menemukan banyak hal yang luput kuungkap. Selain itu, kesalahan ketik juga amat mengganggu. Namun, yang lebih tidak mengenakkan, sebagaimana kusebut di atas, adalah mencairnya air mata disertai rasa nyeri saat berlama-lama membacanya. Aku lalu menaruh curiga jangan-jangan desain blog ini yang tidak beres. Spekulasi ini kian menemukan kebenarannya ketika aku mencoba membaca di blog teman. Tidak ada masalah dengan mataku. Jadi, perpaduan warna hitam background dan warna putih tulisan sepertinya biang kerok semua itu.
Karena tak ingin disiksa oleh blog itu aku coba menginisiasi sebuah blog baru. Blog ini semoga tidak mengalami hal yang sama yang membuat spekulasi awalku menjadi mentah. Yang berarti pula ada masalah dengan mataku. Blog ini didesain dengan warna cerah, mengesankan sebuah optimisme mungkin. Aku tidak ambil pusing mengenai interpretasi. Ia akan menjadi dirinya sendiri.
Blog ini kuberi judul “Ngampong @ Blogspot” dengan alamat http://ngampong.blogspot.com. Sepertinya menarik dan entahlah kenyataanya. Gardu, tempat istirah melepas kepenatan. Semoga betul demikian.
guluk-guluk, 28 februari 2010
0 Response to "Akhirnya Aku Bikin Blog Baru"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.