Kejutan
wow! |
Ada banyak kejutan di dunia ini. Ia terjadi tanpa
pernah terpikirkan oleh akal. Kejadian-kejadian itu bisa menyangkut
hal yang sangat sederhana dalam kehidupan, mislanya tentang telepon
seorang mantan.
Keinginanmu menulis pagi itu mungkin besar,
menggebu-gebu. Engkau yakin bisa lancar menghasilkan sebuah tulisan.
Kata-kata mudah didedahkan. Namun, dengan tiba-tiba ia mengendor
tatkala ada sebuah nomer baru muncul di ponselmu. Kau angkat.
Terkejut menyadari nomer itu berasal dari orang yang dulu pernah kamu
cintai. Tapi sekarang ia sudah dengan orang lain dan merencanakan
punya anak.
Kau bicara dengan intonasi yang dibuat-buat,
seakan tak terjadi apa-apa. Padahal, jauh di lubuk hatimu, ada
gejolak yang tak dapat ditahan. Kau seperti memendam bara yang susah
payah diredam agar kebakaran tidak terjadi hingga ia menutup
teleponnya. Sampai di sini kau berhasil.
Namun, selepas dia menutup telepon, kau menyadari
ada sesuatu yang lain menyelinap dalam kepalamu. Tiba-tiba kau
mengutuk entah kepada siapa, mengapa ia harus meneleponmu lagi
setelah berbulan-bulan menghilang. Ada apa dengannya?
Tiba-tiba kau menyadari bahwa mood
menulismu anjlok. Kau menyesal sekaligus gembira telah menerima
teleponnya. Seharusnya tak ada yang mengganggu rutinitasmu menulis
pagi ini. Tapi, apa daya, kau sudah mengangkat teleponnya. Dan itu
berlangsung dengan amat cepat. Memori masa lalu kembali
menggedor-gedor perasaanmu.
*****
Tentang kejutan, aku juga tentu saja pernah
merasakannya, tidak cuma kau. Beberapa hari yang lalu aku datang ke
rumah seorang teman di Kabupaten Pamekasan. Aku berangkat bersama dua
orang teman. Kami sama-sama pernah bekerja di lembaga pers mahasiswa
ketika di kampus. Bedanya, aku dan seorang teman sudah berhenti,
sementara satu temanku masih aktif. Dia menjadi ketua saat ini.
Teman yang akan kami kunjungi itu adalah seorang
wartawan sebuah harian lokal Madura. Dulu, kami pernah berproses
bersama di pers kampus. Kami berkunjung untuk silaturrahmi setelah
beberapa bulan tidak pernah berjumpa. Kebetulan hari itu ia libur.
Jadi, kami bisa bernostalgia lebih lama.
Kami menginap karena tiba-tiba hujan turun.
Rencananya, pada sore harinya kami akan kembali ke pondok karena
besok paginya satu temanku harus masuk kuliah. Dia bilang telah
beberapa kali bolos sehingga khawatir tidak bisa ikut UAS, yang
artinya harus mengulang tahun depan lagi. Itu akan sungguh
memberatkannya. Namun, apa daya, hujan turun tanpa diminta.
Keesokan harinya, sehabis sarapan kami pamit
pulang. Si wartawan menyilahkan. Namun, kami agak ragu melangkah
karena yakin si wartawan akan mengantarkan kami bertiga ke jalan
utama kabupaten. Maklum, jaraknya amat jauh. Jalan ke rumahnya tidak
ada angkutan. Namun, setelah sekian menit menunggu, si wartawan tetap
asyik menekuri buku yang dipinjamnya dariku. Sampai akhirnya kami
yakin si wartawan benar-benar tidak akan mengantarkan kami. Dengan
perasaan agak dongkol seorang teman bilang, “Tega benar dia.”
Dengan bayang-bayang jarak yang harus ditempuh,
kami berjalan dengan menyimpan sedikit kekesalan. Tapi, aku
memaklumi. Si wartawan itu kerap berbuat aneh. Dan kukira, ia juga
punya alasan untuk tidak mengantarkan kami. Sepanjang perjanan aku
memilih tidak menggerutu. Toh, tak akan ada gunanya juga menggerutu
sesuatu yang sudah terjadi. Dua teman itu masih terus ngomel. Mungkin
karena mereka tidak terbiasa jalan kaki. Lain dengan aku yang sudah
terbiasa walau akhir-akhir ini juga mulai malas karena begitu
mudahnya mendapat kendaraan.
Peluh kami mulai mengucur, kaki pegal, dan panas
menyengat. Kami berharap ada mobil yang berhenti menawarkan
tumpangan. Namun, sejauh ini masih belum ada. Dan kaki kami terpaksa
harus terus diforsir. Tampak seorang teman sudah loyo. Kaosnya basah
dari keringat.
Dan inilah kejutannya, datang dari belakang kami
sebuah mobil pick-up. Seorang teman langsung menyetopnya. Dan, kami
sungguh bersyukur karena tiba-tiba mobil itu berhenti. Kami bergerak
cepat menaiki mobil tersebut. Senyum teman-teman mengembang menyadari
betapa siksaan itu akan segera sirna. Kami tidak perlu berjalan
sekian kilometer hanya untuk mencapai simpang tiga jalan Kabupaten.
Itu kejutan yang kecil, namun sungguh sangat
berarti bagi kami dalam keadaan lelah seperti itu. Siapa sangka akan
ada mobil yang membawa kami terbebas dari pegal-pegal.
Oh, iya. Soal kendaraan ini aku juga punya cerita
lain kepadamu. Cerita ini terjadi pada Kamis yang lalu, tepatnya
tanggal 29 November 2012.
Saat itu aku sedang dalam perjalanan untuk
mengajar. Sekolah yang kutuju memang tidak terlalu jauh. Mungkin
hanya 4-5 kilometer. Biasanya ke sana kutempuh dengan menggunakan
sepeda motor. Kadang, kalau ada teman, aku jalan kaki.
Namun, pagi itu tidak seperti biasanya. Aku pergi
sendirian plus jalan kaki. Dan parahnya, waktu sudah agak siang
sehingga matahari mulai bersinar panas. Keringat mengucur di bajuku.
Padahal aku sudah mandi sebelum berangkat. Panas di awal musim hujan
memang terasa lebih menyengat.
Sepanjang perjalanan ada banyak hal yang
kupikirkan. Tiba-tiba di kepalaku muncul sebuah ide, bagaimana kalau
untuk pelajaran mendatang aku bawa ontel? Di kantor kebetulan ada.
Barangkali bisa kupinjam untuk kubawa ngajar. Aku merasa aneh, kenapa
ide itu baru datang sekarang. Padahal, aku ngajar sudah hampir
setengah tahun.
Nah, saat berpikir tentang itu, tiba-tiba
seseorang yang datang dari belakang menghentikan kendaraannya di
sampingku. Aku menoleh dan tak mengenalnya. Dia kemudian bertanya
Tujuanku. Aku menyebut sebuah tempat. Lalu dia memintaku menaiki
sepedanya.
Sepanjang perjalanan aku masih tertegun. Ini
sungguh kejutan yang sangat menarik, walau sungguh sangat sederhana.
Kami tidak saling kenal, tapi dia memberiku tumpangan. Aku lalu
bertanya dalam hati, dari mana kejutan itu datang?
****
Ada banyak hal yang bisa membuat kita terkejut.
Kejutan itu bisa saja dari sesuatu yang menurut orang lain
biasa-biasa saja. Padahal menurut kita itu sungguh berarti. Kau
mungkin sangat tersiksa ketika ia kembali meneleponmu. Namun belum
tentu aku dan orang lain. Jadi, kejutan itu lebih sering berangkat
dari perasaan dan pikiran masing-masing seseorang.
0 Response to "Kejutan"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.