Sebelum Menikah
http://mtamrinh.blogspot.com
Dan waktu terus berjalan. Kamu makin tua dan saya
pun begitu. Kita telah bertunangan dengan cinta dan keinginan hidup
bersama kelak. Berharap barokah dari-Nya.
Apakah kamu sudah mempersiapkan diri untuk
kehidupan yang lain di masa depan? Maksud saya, kehidupan berumah
tangga yang penuh tanggaung jawab. Saya yakin sedikit banyak sudah
kamu persiapkan. Demikianpun saya.
Namun, ada kalanya saya tidak tahu apa yang harus
dipersiapkan. Yang saya tahu adalah konsistensi untuk terus belajar.
Banyak membaca, banyak menulis, dan banyak bertukar pikiran. Tentu
saja, masih banyak hal lain yang perlu dipersiapkan di luar itu
semua.
Kadang kala ada yang bilang bahwa menikah itu
tidak perlu banyak pertimbangan. Pernikahan bisa gagal karenanya.
Benarkah demikian? Bisa jadi iya, bisa jadi juga tidak. Bagaimanapun,
grusa-grusu dalam melangsungkan pernikahan bukanlah langkah yang
tepat. Memulai hidup baru bukan perkara mudah.
Saya pernah bertanya kepada seorang teman, kapan
ia akan menikah? Dia bilang, kalau sudah ada kemauan saya akan
menikah. Besok, lusa, atau seminggu lagi bisa. Saya hanya menanggapi
sekelumit bahwa menikah itu tidak sama dengan buang angin, bisa
dibuang kapan saja saat kebelet.
Mungkin memang saya terlalu waswas dengan
kehidupan masa depan itu, hingga terlalu banyak yang harus
dipikirkan. Semestinya tak perlu terlalu banyak direcoki oleh sesuatu
yang belum pasti. Toh, pernikahan kita masih lama. Masih tersisa
banyak waktu untuk belajar dan mempersiapkan diri. Namun demikian,
alasan tersebut tidak cukup kuat untuk membentengi
kekhawatiran-kekhawatiran tentang masa depan tersebut.
Saya kira, memang tidak terlalu salah banyak
berpikir mengenai masa depan. Setidaknya, itu lebih baik dari pada
tidak sama sekali memikirkannya. Bagaimanapun, hidup butuh
perencanaan. Rencana tersebut bagi saya adalah sebuah ikhtiar kepada
Yang Kuasa. Sebagai sebuah rencana, tentu saja tidak selamanya dapat
menentukan hasil yang maksimal. Manusia hanya berhak menjalani, yang
menentukan sepenuhnya adalah Dzat Yang Maha Bijaksana.
Suatu kali saya pernah berbicang-bincang dengan
seorang teman. Ia sudah menikah dan alhamdulillah dikaruniai
seorang momongan. Perbincangan kami tidak jauh dari pertanyaan,
bagaimana ia menjalani hidup di tengah-tengah masyarakat. Menurutnya,
kehidupan dalam rumah tangga tidak jauh berbeda dengan ketika masih
mondok. Bedanya, ketika menikah seorang laki-laki sudah punya
tanggungan, yaitu istri dan anak-anak.
Dia juga mewanti-wanti saya agar tidak perlu
terlalu khawatir dengan nafkah yang akan diberikan kepada keduanya.
Sejauh pengalamannya, ia mengaku sulit menjelaskan bagaimana ia
mendapatkan uang. Tiba-tiba uang ada ketika salah satu anggota rumah
tangganya membutuhkan. Saya tahu dia tidak punya penghasilan tetap
yang bisa menjadi sumber mengalirnya uang tersebut. Ia sangat yakin
bahwa rezeki itu Tuhan yang mengaturnya.
Nasihat teman saya ini memberikan angin segar.
Sebagai orang yang sudah berpengalaman, tidak ada alasan bagi saya
untuk tidak mempercayainya. Selama ini, saya hanya belajar banyak
teori tanpa praktek seperti yang dilakukan teman saya ini. Wajar
kiranya bila saya selalu merasa waswas.
Lalu, bagaimana denganmu? Apakah juga merasa
khawatir? Tidak perlu. Biarlah saya yang hanya merasakannya. Kamu
hanya perlu belajar yang rajin. Hehehe….
madura, 8 november 2012
0 Response to "Sebelum Menikah"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.