-->

Racun Google


“Abu Rizal Bakeri atau Abu Rizzal Bakeri ya?” tanya saya dalam hati saat akan menulis sebuah berita beberapa waktu lalu. Saya putuskan menulis dengan model yang pertama, lalu memberinya warna merah untuk menandai kalau ia butuh dikoreksi. Ke mana saya akan memeriksanya? Google!

Setelah saya periksa, ternyata dua-duanya salah. Yang betul adalah Aburizal Bakeri. Pertanyaannya, kenapa nama yang begitu terkenal itu bisa luput saya ingat?

Itulah hebatnya Google. Satu sisi ia membawa nampan berisi kemudahan, namun di sisi yang lain ia menyembunyikan racun. Racun itu berupa kemalasan untuk menyimpan hal-hal penting dalam ingatan. Orang dengan mudah mencari tahu apa pun di Google tanpa mau sedikit berpikir keras untuk mengingatnya.

Perilaku ini lebih sering datang tanpa sengaja karena kebiasaan. Saat saya ngobrol dengan teman-teman, lalu ada sedikit pertanyaan yang tak bisa dijawab, maka tempat berlarinya adalah Google. Layanan internet sekarang sudah merasuk ke tulang sumsum kehidupan. Ponsel-ponsel murah telah terhubung dengan internet. Tarifnya pun berangsur-angsur murah.

Jika tiap kali ada masalah larinya ke Google, maka tak menutup kemungkinan otak saya lambat-laun akan pensiun. Ia hanya akan sanggup menyimpan hal-hal remeh yang tak butuh sedikit keringat untuk memikirkannya.

Bagaimanapun, Google tidak salah. Dan saya tak perlu meminta MUI untuk menuduhnya sesat. Ia tetap memiliki makna positif dalam kehidupan. Yang salah justru saya sebagai penggunanya. Mestinya dari awal saya sudah sadar, bahwa Google hanya sebuah alat menuju pengetahuan. Dan ia bukan satu-satunya. Sebagai salah satu alat, tentu saja saya tak harus bergantung penuh kepadanya. Masih ada kitab, buku, majalah, buletin, koran, dsb. untuk saya ambil ilmunya.

Yang membedakan Google dari sumber pengetahuan lainnya adalah kemudahan aksesnya. Dan di sinilah sebenarnya embrio penyakit itu tumbuh. Ketergantungan saya padanya lebih karena dalam keadaan apa pun, asal terhubung dengan internet, saya bisa mengakses Google. Lain halnya kalau sumber-sumber pengetahuan offline. Saya harus mencari ke sana ke mari untuk bisa mendapatkan, bahkan untuk hal-hal yang sangat sederhana sekalipun. Namun, justru di sanalah letak keistimewaannya yang tak dimiliki oleh Google. Sumber pengetahuan offline mengajarkan orang untuk bekerja keras.

Selain itu, tidak semua yang dimiliki Google selalu baik. Bahkan, setelah maraknya blog, mesin pencari ini dipenuhi sampah. Artikel-artikel yang muncul di halaman utama lebih sering dari blog-blog komersil yang isinya kadang tidak penting, bahkan kacau. Namun, karena kepandaian pengelolanya memaksimalkan SEO, blog tersebut bisa nampang di halaman depan. Artikel-artikel bermutu tergencet di lipatan-lipatan nun jauh.

Perkembangan internet kian lama makin meruyak. Di kampung saya di pedalaman Jaddung, Paragaan, akses internet lebih mudah ketimbang akses jalannya. Ini adalah kemajuan teknologi yang merasuk ke kampung-kampung. Pertanyaannya, siapkah masyarakatnya memanfaatkan internet secara benar?  

[sumber foto: http://img.gawkerassets.com]

18 Responses to "Racun Google"

  1. iya mas sekarang ini google jadi salah satu andalan saya jika ada sesuatu yang tidak mengerti, bahkan dikampung saya sudah mulai para remaja akses internet melalui hp, selama untuk belajar saya rasa tidak masalah, tapi jika anak yang baru takutnya membuka situs2 yang kurang baik...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, mas. Mereka harus siap menghadapi era internet.

      Delete
  2. google itu bagai kapak yg mempunyai dua mata sisi yg tajam, satu sisi bs berguna tp disisix lain bs berbahaya *smile

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget. Kita harus tahu cara menggunakannya agar tidak mencelakakan. :)

      Delete
  3. maklum aja mas mbah google kan mesin jadi kalu ngak benar2 cocok dia ngak mau takut salah nantinya

    ReplyDelete
  4. yang nyebelin.. pas lagi di forum presentasi, temenku cari jawaban atas pertanyaanku di gugel.. pdhl sudah tingkat s2, walhasil langsung tak celetuk "ooh referensinya sohih dr syeh gugel".. hehee... pdhl sanad ilmu dr mbah gugel ini ga mu'tabaroh kalo ga pinter2 menyaring :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, itu dia. Karena gugel tidak punya stadart khusus apakah ia mu'tabaroh atau tidak. ;)

      Delete
  5. bener banget tuh... oarang yg pertama kali menjaajakan kaki d internet biasanya yg pertama kali dikunjungi adlh google.. bahkan yg udah profesional aja juga gak pernah luput dari google

    ReplyDelete
  6. Media memang seperti mata pisau jika pinter menggunakan berguna banget memudahkan pekerjaan, tapi jika salah malah melukai kita sendiri.

    ReplyDelete
  7. begitulah mas, akses jalan kdang bisa ketinggalan sama akses intrnet.
    salam kenal/ dtunggu kunjungan baliknya

    ReplyDelete
  8. Ya kita harus bijak dalam menggunakannya, ambil yang bermanfaat dan buang yang tidak baik... semakin hari tehnologi semakin maju jadi kita harus bisa mengikuti namun jangan sampai kita terseret dan terjebak didalamnya.

    ReplyDelete
  9. Semakin maju zaman maka semakin mudah pekerjaan manusia dan semakin malaslah manusia tersebut :/


    Salam kenal dari Tigatag - Cara membuat blogger

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel