Milad ke-26
Telah tiga kali dalam tiga tahun berturut-turut
saya membuat tulisan khusus untuk mengabadikan momen kelahiran saya.
Tak banyak yang saya harapkan darinya, kecuali hanya ingin merekam
selagi masih bisa dan punya kesempatan untuk menulis. Ada keasyikan
tersendiri ketika saya membaca kembali tulisan lama tentang milad
tersebut.
Seakan baru kemarin saya selesai menulis tentang
milad ke-25. Betapa cepat waktu bergerak. 12 bulan berlalu. Tahu-tahu
umur saya sudah menginjak 26 tahun, umur yang seharusnya sudah
membuat saya dewasa. Ah, rasa-rasanya belum setua itu, mengingat
pikiran saya masih kanak-kanak.
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, hari ulang
tahun tak saya rayakan layaknya ulang tahun orang-orang kota. Selain
karena tidak mengenal tradisi demikian, saya lebih suka berefleksi,
menarik ingatan kembali tentang sesuatu yang telah saya lakukan di
tahun sebelumnya. Jadi, ulang tahun kadang bukan sebuah kebahagiaan
bagi saya, melainkan ketakukan dan penyesalan.
Dalam 25 tahun perjalanan hidup saya, rasanya
belum ada sesuatu yang berarti untuk dipersembahkan kepada
orang-orang tercinta, ibu, ayah, mbak, adik, dan kaum kerabat
lainnya. Mereka yang telah banyak berjasa dalam kehidupan saya belum
mendapat imbalan yang pantas dari kinerja saya dalam kehidupan. Lebih
sering saya hadir sebagai orang yang menerima ketimbang memberi.
Kadang saya merasa aneh, kenapa dari tahun-tahun
sebelumnya nyaris tak ada yang berubah dalam hidup saya, kecuali usia
dan hal-hal kecil lainnya. Tidak ada mimpi-mimpi besar yang berhasil
saya wujudkan, meski di kepala kerap terlintas keinginan itu. Selama
ini, saya lebih sering hidup dalam dunia ide, ketimbang bergerak
langsung di lapangan.
Hal itulah yang kerap saya pikirkan, utamanya pada
hari ulang tahun ini. Bagaimanapun, tak ada cerita pertambahan usia.
Manusia sudah ditulis kapan ia akan habis masa hidupnya di dunia.
Otomatis, pertambahan usia adalah juga berarti kurangnya masa hidup.
Karenanya, saya kerap bertanya, buat apa orang merayakan hari ulang
tahun? Apakah mereka merayakan kematian yang kian dekat?
Seperti pada tahun sebelumnya, saya tidak punya
rencana-rencana besar di masa depan. Dari dulu hidup saya serba tanpa
perhitungan. Mungkin karena falsafah air sudah begitu menyatu,
sehingga jalan hidup saya mengalir begitu saja. Tentu hal ini buruk,
terutama dilihat dari kacamata kaum futuris. Saya cenderung apa
adanya, bahkan kadang sembrono. Jarang punya rencana kerja.
Kerap saya berpikir bagaimana mengubah cara hidup
yang lurus-lurus saja menjadi yang sedikit berliku. Maksudnya,
kehidupan yang saya jalani harus punya cerita. Saya harus memiliki
tantangan agar bisa tangguh dalam mengarungi hidup di masa depan.
Jika tetap dengan falsafah air, saya pikir jalan hidup yang saya
lalui akan seperti yang sudah-sudah.
Namun, pikiran-pikiran seperti itu mudah lenyap,
terutama ketika saya harus berhadapan dengan kerja keras. Saya
seorang pemalas. Banyak pekerjaan yang sering saya tunda. Oleh karena
itu, mengharap sesuatu yang besar rasa-rasanya sulit tercapai. Saya
harus mengubah kebiasaan lama yang sudah bertahun-tahun saya pelihara
tersebut.
Satu hal yang bisa menghibur saya adalah bahwa
tidak ada kata terlambat untuk belajar. Kalimat itu memberi harapan
bahwa saya belum telat untuk melakukan sesuatu. Dengannya, obsesi
perlahan-lahan tumbuh dalam kepala saya. Di sisa hidup yang kian
sedikit saya merasa harus punya sesuatu yang berguna untuk orang
lain. Saya harus berbuat sesuatu.
Memang sulit menebak masa depan. Di awal tahun
kemarin, saya tidak pernah punya rencana apa-apa. Namun, pada
akhirnya ternyata ada sejumlah hal yang berubah dalam alur hidup
saya. Dulu saya masih jomblo, kini sudah bertunangan. Apakah tahun
2013 ini saya akan menikah? Entahlah, hal itu belum terpikirkan,
mengingat saya dan tunangan masih mau fokus untuk belajar. Jadi, awal
tahun ini belum ada rencana untuk itu.
Jika saya jadi menikah tahun ini, tentu kehidupan
baru akan saya jalani. Ini adalah tantangan yang besar, mengingat
saya tidak bisa terus menjadi anak kecil yang berpangku tangan kepada
orang tua. Saya sudah harus hidup mandiri. Makan dan kebutuhan
sehari-hari harus saya penuhi sendiri, terlebih lagi saya adalah
lelaki yang bertugas mencari nafkah untuk keluarga.
Hidup terus mengalir. Usia makin tipis. Apakah
kita tetap begini saja?
Madura, 02 Januari 2013
sumber foto: http://liarasy.blogspot.com
Sob, mampir ke blogku ya, soalnya baru belajar membuat blog My Blog, ditunggu kunjungannya, bisa partneran
ReplyDelete@AnonimOke, terima kasih kunjungannya, Shob. Aku segera ke TKP. :)
ReplyDelete