-->

Catatan dari Ulang Tahun ke-3 Plat-M (Part 2)

K. M. Faizi menyajikan tema "Indahnya Madura"
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya acara pertama dilaksanakan, yaitu #Otema (Obrolan tentang Madura). Kali ini yang ditunjuk sebagai narasumber adalah salah satu penyair nasional, K. M. Faizi. #Otema mengambil tema “Indahnya Madura”.

Acara dimulai dengan pengantar oleh Mas Wahyu. Ia menyampaikan bahwa perayaan ulang tahun Plat-M kali ini merupakan yang pertama dilaksanakan di tempat terbuka atau out door. Dua perayaan sebelumnya selalu dilaksanakan di dalam ruangan.

Dia juga menyinggung misi Plat-M kedepan. Plat-M, meski lahir dari rahim perguruan tinggi, namun bukan berarti komunitas ini eksklusif hanya milik mahasiswa, utamanya mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Plat-M adalah komunitas blogger se-Madura. Mereka berusaha memperluas jejaring komunitas dengan mendirikan perwakilan di kabupaten lain di pulau garam ini.

Misi lain Plat-M adalah menduniakan Madura. Ada banyak sisi positif kebudayaan Madura yang belum tersampaikan ke publik. Ini adalah kesempatan besar bagi blogger Plat-M untuk menyebarkannya melalui internet. Upaya tersebut juga sebagai ikhtiar menyampaikan sisi lain Madura ke khalayak, bahwa pulau ini tidak hanya memiliki carok, melainkan banyak sekali tradisi-tradisi yang lebih santun.
Setelah menyampaikan beberapa hal, Mas Wahyu memasrahkan kendali acara kepada Fendi. Setelah bicara beberapa hal, Fendi langsung memasrahkan kepada K. Faizi.

K. Faizi mengawali obrolan dengan berkisah tentang pengalamannya ngeblog. Saat ini beliau mengelola enam blog dengan tema tulisan yang berbeda-beda, mulai dari tulisan-tulisan serius hingga yang berbau humor. Masing-masing blog terus beliau update hingga sekarang.

Ihwal tema, K. Faizi menyampaikan bahwa beliau kurang setuju kalau keindahan yang dimaksud mengacu kepada tempat-tempat wisata. Sebab, banyak sekali tempat-tempat wisata lain yang lebih bagus ketimbang di Madura. Beliau lebih suka kalau acuannya kepada sikap. Bahwa orang Madura harus menggelorakan sikap santun. Ini adalah wisata lain yang lebih bagus ketimbang wisata yang berbau tempat.

Sampai saat ini, masyarakat Madura masih hidup dengan stereotip. Mereka dicitrakan kasar dan temperamental. Bagi K. Faizi, stereotip itu banyak juga disumbangkan oleh publikasi-publikasi. Bagaimanapun, film “Carok” (1985) yang disutradarai Imam Tantowi telah berhasil menanam ke alam bawah sadar para penontonnya sebuah justifikasi bahwa orang Madura itu keras dan kasar.

Selain itu, faktor lainnya juga disumbangkan oleh orang Madura sendiri. Sebagian mereka masih merasa minder ketika berhadapan dengan suku-suku lain. Terbukti, mereka biasa menyebut “ongghe” (naik) untuk orang-orang yang pergi ke Jawa dan mengatakan “toron” (turun) untuk mereka yang pulang ke Madura. Dilihat secara geografis, pernyataan ini jelas salah, mengingat Jawa tidak lebih tinggi dari Madura. Sementara secara psikologis ini menandai bahwa orang Madura cenderung inferior.

Selain bicara tentang kemaduraan, K. Faizi juga banyak berbagi pengalamannya ketika berkunjung ke Berlin, Jerman. Beliau datang ke sana untuk membacakan puisi dan tentu saja juga berkunjung ke tempat-tempat bersejarah, antara lain, makam Juan Sebastian Bach (musikus) dan stasiun kereta api tertua di dunia, Hauptbahnhof.

Ke Jerman beliau tetap dengan pakaian yang sederhana, bahkan terkesan eksentrik karena di antara yang hadir dalam acara sastra tersebut hanya beliau yang memakai kopyah. Gaya hidup yang demikian menjadi bahan pertanyaan salah satu peserta #Otema pagi itu. K. Faizi mengatakan bahwa dirinya suka sesuatu yang berbeda. Seorang kiyai tidak cuma mengisi pengajian saja, tapi juga bisa berkiprah di bidang lain. Beliau menyitir salah satu ungkapan dalam permainan anak-anak di Madura, “sapa se laen daddhi” (siapa yang berbeda, jadi). Apa maknanya? Adalah bahwa mereka yang berani berbeda cenderung sukses.

Filosofi itu nyambung dengan buku yang saya baca beberapa waktu lalu. Di dalamnya terungkap sejumlah sisi positif berpikir terbalik, mecoba lepas dari kungkungan konvensi. Ira Lathief, penulisnya, menyodorkan sejumlah kisah sukses orang-orang yang berpikir diluar mainstream, semisal kisah Alain Robert yang memilih memanjat gedung ketimbang gunung.

Masih tetap dengan gaya khasnya yang suka membanyol, K. Faizi sepanjang obrolan kerap mengeluarkan humor-humor segar, sehingga pertemuan pagi hingga menjelang siang itu berakhir tanpa terasa. Sayang, pemilihan tempat kurang tepat karena bising kendaraan sedikit mengganggu jalannya acara. (bersambung)

0 Response to "Catatan dari Ulang Tahun ke-3 Plat-M (Part 2)"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel