Misteri...
Semenjak aku bisa berfikir, lambat-laun mulailah percik tanya hinggap di otak ini. Saat lahir, aku sudah berisyarat dengan tangisan pertama bahwa, dunia penuh dengan tanda tanya. Segala sesuatu yang hinggap seakan meninggalkan misteri. Seiring berjalannya waktu, maka aku berusaha membuka katup rahasia dengan bertanya pada apapun. Sejak itu misteri membentuk diri dan membuat jawabannya melalui diri dan benda lainnya. Sesuatu yang awalnya misteri, akhirnya menjadi sesuatu yang gampang dicerna. Masuk ke otak dengan segala sinar terangnya.
Alam mengandung banyak hal baik yang bisa dicerna maupun tidak oleh indera dan perasaan. Teka-teki yang timbul dari adanya beragam makhluk di dunia ini menuntut manusia untuk membuka kedoknya. Manusia diberi naluri untuk selalu ingin tahu. Maka, beragam cara mereka lakukan agar mengetahui misteri tersebut. Mulai belajar, berdoa, dan bekerja. Itu usaha mereka yang kadang tak selalu sesuai dengan harapan. Ya, misteri!
Ada banyak misteri yang memang tak bisa mereka cerna dengan indera dan perasaan. Namun, manusia tetap ngotot ingin mengetahuinya. Dasar, mereka puanya hasrat (nafsu). Melalui hasrat itu mereka terbetik untuk membuka segala tabir yang sejak dulu tersimpan. Karena mereka emoh misteri. Mereka tak mau sesuatu yang ada di bumi ini berselubung kelam dan gelap. Meski mereka tahu usaha itu akan sia-sia. Namun, mereka menganggap dengan melakukan pencarian mereka sudah memaknai hidupnya. Usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh tak akan hilang sia-sia.
Dua dimensi dalam hidup manusia semenjak dulu telah menemukan pembenarannya. Jika di dunia ini ada mati, maka juga pasti ada hidup. Jika ada nyata maka juga ada yang ghaib. Itu pasti. Tapi terkadang amat sulit menentukan mana yang ghaib dan mana yang nyata. Ghaib di sini cakupannya lebih luas, tak tentu hanya pada makhluk Tuhan yang telah ditetapkan seraya tak terbantahkan, seperti adanya Iblis dan Malaikat.
Sulitnya mengenal kategori itu lantas menggiring manusia untuk selalu ragu-ragu. Apa ini bisa masuk dalam kerangka ghaib (misteri) atau tidak. Pertimbangan itu membawa pemahaman yang lebih dominan pada satu dimensi. Manusia cenderung menganggap hal demikian bukan merupakan kategori misteri. Namun belum waktunya untuk menjadi nyata. Itu saja! Sudah sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari perbuatan ”nyelenih” yang dilakukan umat manusia. Aku coba ungkap salah satu contaoh; beberapa hari lalu pernah dilansir oleh sebuah media tentang seseorang yang ingin berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal melalui sebuah perangkat seluler. Perangkat itu ditaruh di dalam peti mati sang mayat. Kemudian alat, tersebut ditanam bersanding dengan sang mayat. Perangkat semacam HP itu diharapkan dapat membantu terlaksananya komunikasi antar dua dunia yang memang memiliki ketidak samaan. Namun, sayangnya dimedia itu tidak dicantumkan apakah orang yang memiliki ide ”sinting” itu bisa berhasil dengan eksperimennya atau tidak.
Itu salah satu percobaan menumbangkan pakem lama, bahwa antara kehidupan di dunia dan alam kubur sudah ada dinding pemisah. Tak hanya papan ari dan gundukan tanah, ada hal lain yang tak bisa dinalar dengan akal sehat manusia. Setelah manusia gagal dengan eksperimen itu kadang mereka kapok dan tak berniat melajutkan idenya, namun tak sedikit yang masih berusaha mencari jalan lain yang lebih bisa mendukung keberhasilan usaha tersebut. Mereka tak puas karena hidup harus nyata. Mungkin mereka masuk kategori seorang yang materialis. Entahlah!
***
Selama ini ada banyak hal yang harus kupecahkan. Terlalu banyak, malah. Hingga aku merasa kebingungan mencari jalan keluarnya. Mulai dari prospek hidupku ke depan, keinginan-keinginan yang tak kunjung terkabul, cinta, mati, dan lainnya. Aku bahkan merasa bingung apa saja yang harus aku pecahkan. Terlalu banyak misteri dalam hidupku. Apakah dalam setiap kehidupan manusia, Tuhan selalu memberi misteri yang kadarnya tidak sama? Atau mungkin kadar kekuatan misteri itu diukur oleh seberapa dalam ia mencari makna hidupnya? Entah! Tapi aku begitu yakin, manusia yang selalu ingin tahu adalah mereka yang memang tidak main-main dengan hidupnya. Setiap apa yang menghinggapi mereka adalah pertanyaan baru yang datang menantangnya. Mereka jadi reflektif dan cekatan. Namun, bagi yang tidak biasa dengan pertanyaan, maka mendapati sesuatu yang lain dalam kebiasaanya, mereka anggap tak ada apa-apa. Hukum Tuhan, begitu dalihnya.
Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang yang selalu cemas terhadap hidup ini. Aku seorang peragu. Aku khawatir tak jadi apa-apa. Aku takut aku memang bukan apa-apa. Aku takut aku adalah rasa takut itu sendiri. Tapi aku berani jika aku hanya sebuah pertanyaan belaka.
Hidupku seperti malam. Aku memang cinta malam. Seperti astronom mengangsur pengetahuan darinya. Melalui bintang, bulan, galaksi, nebula, komet. Aku mengangsur pengetahuan dari pertanyaan kepada hidup yang menjelma malam. Sekian pertanyaan itu ada yang terjawab dan ada pula yang menggantung di langit malam. Menjadi kabur, temaram dan menciptakan malam-malam yang lain. Aku kian bingung dan jatuh terkulai dalam pertanyaan yang kian menggumpal. Apakah aku merasa senang dengan pertanyaan-pertanyaan? Tatkala aku menemukan jawaban, aku merasa senang dan jika tidak kadang aku gusar, marah, mengumpat. Tapi, terkadang aku menenangkan diri dan mencari jalan lain yang lebih baik.
Mencari diri yang sebenarnya teramat sulit. Aku kadang terjebak pada keputusasaan. Aku merasa kerdil dan tak lebih hanya sebuah makhluk pelengkap yang tak henti dalam pertanyaan. Aku selalu mereka-reka apa yang sudah aku persembahkan buat hidup ini? Apakah aku hanya akan meninggalkan pertanyaan-pertanyaan itu? Ah, yang dibutuhkan bukan lagi barang yang abstrak di dunia ini. Apa yang kita lakukan sudah seharusnya dibuktikan dengan kadar ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena manusia sekarang tak mau sesuatu yang hanya ada dalam otak dan hati, begitu kaum meterialistis mengumpat.
Medio Malam,
04 Desemder 2008
Alam mengandung banyak hal baik yang bisa dicerna maupun tidak oleh indera dan perasaan. Teka-teki yang timbul dari adanya beragam makhluk di dunia ini menuntut manusia untuk membuka kedoknya. Manusia diberi naluri untuk selalu ingin tahu. Maka, beragam cara mereka lakukan agar mengetahui misteri tersebut. Mulai belajar, berdoa, dan bekerja. Itu usaha mereka yang kadang tak selalu sesuai dengan harapan. Ya, misteri!
Ada banyak misteri yang memang tak bisa mereka cerna dengan indera dan perasaan. Namun, manusia tetap ngotot ingin mengetahuinya. Dasar, mereka puanya hasrat (nafsu). Melalui hasrat itu mereka terbetik untuk membuka segala tabir yang sejak dulu tersimpan. Karena mereka emoh misteri. Mereka tak mau sesuatu yang ada di bumi ini berselubung kelam dan gelap. Meski mereka tahu usaha itu akan sia-sia. Namun, mereka menganggap dengan melakukan pencarian mereka sudah memaknai hidupnya. Usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh tak akan hilang sia-sia.
Dua dimensi dalam hidup manusia semenjak dulu telah menemukan pembenarannya. Jika di dunia ini ada mati, maka juga pasti ada hidup. Jika ada nyata maka juga ada yang ghaib. Itu pasti. Tapi terkadang amat sulit menentukan mana yang ghaib dan mana yang nyata. Ghaib di sini cakupannya lebih luas, tak tentu hanya pada makhluk Tuhan yang telah ditetapkan seraya tak terbantahkan, seperti adanya Iblis dan Malaikat.
Sulitnya mengenal kategori itu lantas menggiring manusia untuk selalu ragu-ragu. Apa ini bisa masuk dalam kerangka ghaib (misteri) atau tidak. Pertimbangan itu membawa pemahaman yang lebih dominan pada satu dimensi. Manusia cenderung menganggap hal demikian bukan merupakan kategori misteri. Namun belum waktunya untuk menjadi nyata. Itu saja! Sudah sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari perbuatan ”nyelenih” yang dilakukan umat manusia. Aku coba ungkap salah satu contaoh; beberapa hari lalu pernah dilansir oleh sebuah media tentang seseorang yang ingin berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal melalui sebuah perangkat seluler. Perangkat itu ditaruh di dalam peti mati sang mayat. Kemudian alat, tersebut ditanam bersanding dengan sang mayat. Perangkat semacam HP itu diharapkan dapat membantu terlaksananya komunikasi antar dua dunia yang memang memiliki ketidak samaan. Namun, sayangnya dimedia itu tidak dicantumkan apakah orang yang memiliki ide ”sinting” itu bisa berhasil dengan eksperimennya atau tidak.
Itu salah satu percobaan menumbangkan pakem lama, bahwa antara kehidupan di dunia dan alam kubur sudah ada dinding pemisah. Tak hanya papan ari dan gundukan tanah, ada hal lain yang tak bisa dinalar dengan akal sehat manusia. Setelah manusia gagal dengan eksperimen itu kadang mereka kapok dan tak berniat melajutkan idenya, namun tak sedikit yang masih berusaha mencari jalan lain yang lebih bisa mendukung keberhasilan usaha tersebut. Mereka tak puas karena hidup harus nyata. Mungkin mereka masuk kategori seorang yang materialis. Entahlah!
***
Selama ini ada banyak hal yang harus kupecahkan. Terlalu banyak, malah. Hingga aku merasa kebingungan mencari jalan keluarnya. Mulai dari prospek hidupku ke depan, keinginan-keinginan yang tak kunjung terkabul, cinta, mati, dan lainnya. Aku bahkan merasa bingung apa saja yang harus aku pecahkan. Terlalu banyak misteri dalam hidupku. Apakah dalam setiap kehidupan manusia, Tuhan selalu memberi misteri yang kadarnya tidak sama? Atau mungkin kadar kekuatan misteri itu diukur oleh seberapa dalam ia mencari makna hidupnya? Entah! Tapi aku begitu yakin, manusia yang selalu ingin tahu adalah mereka yang memang tidak main-main dengan hidupnya. Setiap apa yang menghinggapi mereka adalah pertanyaan baru yang datang menantangnya. Mereka jadi reflektif dan cekatan. Namun, bagi yang tidak biasa dengan pertanyaan, maka mendapati sesuatu yang lain dalam kebiasaanya, mereka anggap tak ada apa-apa. Hukum Tuhan, begitu dalihnya.
Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang yang selalu cemas terhadap hidup ini. Aku seorang peragu. Aku khawatir tak jadi apa-apa. Aku takut aku memang bukan apa-apa. Aku takut aku adalah rasa takut itu sendiri. Tapi aku berani jika aku hanya sebuah pertanyaan belaka.
Hidupku seperti malam. Aku memang cinta malam. Seperti astronom mengangsur pengetahuan darinya. Melalui bintang, bulan, galaksi, nebula, komet. Aku mengangsur pengetahuan dari pertanyaan kepada hidup yang menjelma malam. Sekian pertanyaan itu ada yang terjawab dan ada pula yang menggantung di langit malam. Menjadi kabur, temaram dan menciptakan malam-malam yang lain. Aku kian bingung dan jatuh terkulai dalam pertanyaan yang kian menggumpal. Apakah aku merasa senang dengan pertanyaan-pertanyaan? Tatkala aku menemukan jawaban, aku merasa senang dan jika tidak kadang aku gusar, marah, mengumpat. Tapi, terkadang aku menenangkan diri dan mencari jalan lain yang lebih baik.
Mencari diri yang sebenarnya teramat sulit. Aku kadang terjebak pada keputusasaan. Aku merasa kerdil dan tak lebih hanya sebuah makhluk pelengkap yang tak henti dalam pertanyaan. Aku selalu mereka-reka apa yang sudah aku persembahkan buat hidup ini? Apakah aku hanya akan meninggalkan pertanyaan-pertanyaan itu? Ah, yang dibutuhkan bukan lagi barang yang abstrak di dunia ini. Apa yang kita lakukan sudah seharusnya dibuktikan dengan kadar ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena manusia sekarang tak mau sesuatu yang hanya ada dalam otak dan hati, begitu kaum meterialistis mengumpat.
Medio Malam,
04 Desemder 2008
0 Response to "Misteri..."
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.