"Nyare Malem" di Bulan Ramadhan
Jika Anda kebetulan berada di Pulau Madura pada bulan Ramadhan, mungkin ramai terdengar di telinga Anda orang-orang menyebut kata nyare malem. Secara harfiah dalam Bahasa Indonesia nyare malem berarti mencari malam. Dalam bahasa Sunda biasa disebut ngabuburit. Nyare malem merupakan aktivitas menunggu bedug tanda dimulainya berbuka puasa.
Ditilik secara harfiah kata ini memang tidak pas. Kalau diistilahkan mencari berarti kan ada yang hilang. Lalu apanya yang hilang? Apa malam pernah hilang? Atau senja pernah menyimpannya secara diam-diam? Tentu saja kita akan menjawab tidak! Ini hanya istilah. Kadang orang Madura tidak terlalu ambil pusing dengan istilah. Walaupun seringkali istilah itu membawa “petaka” bagi dirinya (baca pembahasan D. Zawawi Imron dalam mengurai istilah “toron” [turun] dan “onggha” [naik]) Yang penting mereka sama-sama mengerti, sudah itu tidak ada persoalan.
Mungkin lebih tepat kalau nyare malem itu diistilahkan dengan menunggu malam ngatos malem atau Menunggu Senja …. Sudah jelas apa maksudnya, menunggu malam berarti ada malam yang datang selepas sore bertandang. Karena sifat alamiahnya yang datang tiap hari maka bolehlah kita menyebut kata menunggu untuknya, bukan mencari. Malam pasti ada, begitu juga bunyi bedug atau suara adzan. Kalau tidak secara simbolis mungkin waktunya masih bisa dimaknai, kapan waktu beduk! Tapi terserahlah! Apa orang Madura akan tetap memakai istilah itu atau merubahnya, tidak ada persoalan….
****
Pada sore menjalang buka puasa, ada banyak orang berkumpul di jalanan atau tepi pantai. Mereka kebanyakan adalah kaum remaja yang tidak ikut menyiapkan buka puasa atau sudah menyiapkan terlebih dahulu. Biasanya mereka juga menghabiskan nyare malem dengan membeli perlengkapan berbuka dan bersahur.
Bagi mereka yang dekat dengan pantai, menikmati senja sambil menunggu buka puasa merupakan momen yang sangat istimewa. Musim kemarau pada senja hari di pantai sangat indah karena hawa yang pada siang hari terasa panas, pada sore harinya menjadi sejuk. Tetapi menikmati nyare malem di jalanan tidak mengurangi kesan istimewa bagi mereka yang jauh dari pantai.
Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan nyare malem menjadi bermakna? Sepertinya unsur terpenting bukanlah pada persoalan tempat. Tidak ada dikotomi apa itu pantai atau jalanan. Tetapi, adanya unsur kebersamaan membuat aktivitas ini sulit untuk ditinggalkan. Dari sini ada banyak cerita mengalir, ada banyak tawa berderai. Kegembiraan sangat dinanti bagi mereka yang sedang menunaikan ibadah puasa. Dalam kondisi tubuh lemas bertemu sahabat adalah hal yang istimewa. Mereka berbincang banyak hal untuk mengalihkan rasa lelah yang menderanya. Dengan berbincang-bincang ala mereka tanpa terasa tahu-tahu bedug sudah menggema. Mereka pun pulang dengan berbegas. Menghampiri menu buka puasa yang sudah siap….
0 Response to ""Nyare Malem" di Bulan Ramadhan"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.