-->

Berkenalan Dengan Tulisan A.S. Laksana

Penulis esai paling saya kagumi saat ini adalah A.S. Laksana. Pertemuan akrab saya secara literer dengannya dimulai semenjak saya membaca karya-karyanya di Detik.com. Serial surat-surat yang dialamatkannya kepada presiden SBY mampu menyedot perhatian saya dan sejumlah komentator, para peselancar dunia maya. Bila tulisan Mas Sulak nongol, berjubelanlah komentar-komentar mereka.

Para peselancar dunia maya terbagi dua kubu. Kubu pertama adalah mereka yang setuju atas gagasan dalam tulisan-tulisan A.S. Laksana. Bagi saya, mereka adalah orang yang masih berpikir waras dan punya selera humor yang tinggi. Mas Sulak memang selalu berhasil menangkap humor dari sekian kejadian lucu negara kita. Kritikan pedas yang dilancarkannya mampu menancapkan pesan secara tepat di ulu hati persoalan yang dihadapi bangsa ini.

Kubu kedua adalah mereka yang menolak kritikan dalam tulisan-tulisan A.S. Laksana. Tak jarang saya temui aroma komentar mereka berbau melecehkan secara fisik. Itu, saya kira, memang tak fair dalam mengkritik sebuah gagasan. Tapi apa boleh buat, dunia internet hadir, selain menyediakan kemajuan ilmu pengetahuan, juga membawa keranjang sampah rakasasa. Mereka, para penjilat Pak Beye itu, dengan leluasa menyerang. Tentu saya yakin Mas Sulak sudah punya tameng menghadapi kenyataan ini.

Dari sekian kolom sejumlah penulis yang ditampilkan di laman Detik.com, tak ada yang sanggup menyedot perhatian pembaca sebanyak tulisan-tulisan A.S. Laksana. Kometar-komentar yang muncul bisa mencapai ratusan, sementara untuk kolom-kolom yang lain hanya berkisar puluhan. Itu pun untuk tema-tema yang sensitif.

Saya tidak tahu secara pasti kapan saya membaca pertama kali tulisan A.S. Laksana. Dulu, sebelum bertemu dengannya di Detik.com, saya pernah dipertemukan Tuhan dengan tulisan-tulisannya di blog pribadinya. Kala itu saya tak banyak tahu tentangnya. Perkenalan saya mulanya hanya sebatas nama di Jawa Pos yang muncul dengan sebuah cerpen di hari Minggu. Saya tak membaca cerpen itu karena saya meyakini dia masih penulis pemula.

Setelah kenal nama itu, dalam suatu kesempatan berselancar di dunia maya, saya berjumpa dengan blog pribadinya. Blog itu semuanya berisi esai. Saya mencoba membaca satu esainya dan langsung terpikat. Tapi karena jarang online, saya tak banyak waktu berjumpa dengannya. Pun, suatu kali blog itu saya sambangi, ternyata tulisannya tak dimoderasi, tetap yang itu-itu saja. Kalau tidak salah, waktu itu ia membahas tentang Burung Garuda. Secara umum, saya lupa ia membicarakan tentang apa.

Nah, jauh hari setelah itu saya lumayan inten bergaul dengan internet. Kurun itu berlangsung ketika saya diangkat menjadi salah satu pembantu di sebuah lembaga swadaya berbasis pesantren. Di sana saya bisa berselancar di dunia maya secara gratis. Nah, saat itulah saya mulai bersentuhan dengan tulisan-tulisan A.S. Laksana di laman Detik.com. Saya belum tahu apakah Detik.com merupakan perubahan wujud dari majalah Detik yang dibekukan pemerintah Soeharto itu. Mungkin saja iya, melihat pengelola majalah Detik adalah A.S. Laksana sendiri. Tiap kali terbit, dia mengisi rubrik podium. Rubrik itu berisi esai-esai kritis A.S. Laksana yang setelah dibekukan, lalu tulisan-tulisan itu dicetak dan diterbitkan dengan judul Podium.

Sekian esai saya baca di laman itu. Saya juga mencari tulisan-tulisannya terdahulu. Lambat laun mulai memasuki tahap kecanduan. Namun, di saat rasa kecanduan itu membuncah, tiba-tiba saya tak menemukan lagi tulisan-tulisannya bercokol di Detik.com. Diam-diam saya merindukan kehadiran tulisan-tulisan cerdas itu.

Tak tampil di media online ternyata dia beralih ke koran nasional terbitan Surabaya, Jawa Pos. Kian dekatlah saya dengan karya-karyanya, karena nyaris di lembaga-lembaga tempat saya berdiam, media itu hadir tiap pagi. Maka, tiap hari Minggu tak lega rasanya bila belum membaca karya-karyanya. Jika tak sempat membaca di koran, saya biasanya mencarinya di internet. Namun, akhir-akhir ini esai-esai itu sangat sulit saya temukan di dunia maya.

Kini, blog pribadinya hidup lagi setelah sekian tahun mati suri. Beberapa tulisannya mulai bermunculan. Semuanya esai, baik yang sudah diterbitkan di koran Jawa Pos maupun yang masih belum sama sekali. Label tulisan-tulisan itu beragam. Ada kategori creative writing, surat Senin pagi, dan kolom. Dari ketiga kategori itu, yang paling saya suka adalah creative writing. Dalam kategori itu saya bisa dengan leluasa membaca tips-tips menulis kreatif. Banyak pelajaran menulis yang saya dapat dari sana. Salah satunya yang saya praktekkan sekarang, yaitu menulis cepat. Menulis cepat menurut A.S. Laksana sangat mungkin menghasilkan tulisan buruk, namun itu lebih baik dari sekadar merenung berjam-jam di depan kertas kosong. Dan masih banyak lagi tips yang kudapat darinya.

Setelah hampir dua tahun saya berkenalan dengan tulisan-tulisan A.S. Laksana, saya mulai mencari-cari biografinya. Ternyata dia bukan orang sembarangan. Saya baru sadar ketika berpapasan dengan sejumlah penghargaan yang diraihnya, salah satunya dari media terkemuka Indonesia, Majalah Tempo. Ia mendapat penghargaan di bidang sastra atas kumpulan cerpennya yang berjudul, “Bidadari yang Mengembara” (KataKita, 2004). Selain itu, beberapa karyanya seringkali muncul di sejumlah media nasional dan beberapa kali masuk dalam Kumpulan Cerpen Terbaik Kompas.

Setelah membaca biografi singkat itu saya kemudian memburu cerpen-cerpennya. Saya lagi-lagi dipertemukan Tuhan dengan sebuah blog yang berisi cerpen-cerpen dalam kumpulan tersebut. Satu persatu saya baca. Kesan yang paling melekat dalam diri saya bahwa ia seorang penulis dengan rasa humor yang tinggi. Tentu, yang saya maksud di sini adalah humor-humor dalam tulisan. Tersebab saya tak pernah tahu secara tatap muka dengannya. Di salah satu tulisannya dia memang mengaku sangat tertarik dengan tulisan-tulisan Gabriel Garcia Marques. Karya-karya Marques dipenuhi humor-humor gelap. A.S. Laksana pun berhasil menangkap dengan cerdas humor dalam tiap tulisannya.

Selain menulis esai politik dan cretive writing, kini ia juga menggeluti hipnosis. Ia mempelajari secara tekun hipnosis Milton Ericson. Sebuah blog ia buat untuk minatnya yang satu ini. Di akun facebook-nya pun ia seringkali meladeni pertanyaan komentator perihal fungsi-fungsi hipnosis dalam menyembuhkan penyakit.

Guluk-guluk, 15-16 April 2011

0 Response to "Berkenalan Dengan Tulisan A.S. Laksana"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel