"Ngobrolin" Media Online di Madura
Memperdebatkan eksistensi media cetak dan online mungkin
sudah basi saat ini. Beberapa tahun silam, perdebatan tersebut telah mengemuka,
dan nyatanya banyak ramalan yang belum terbukti. Ramalan bertumbangannya media
cetak akibat membludaknya media online ternyata
meleset, setidaknya hingga saat ini. Media cetak, baik koran, majalah, tabloid,
dst., masih punya pangsa pasar yang signifikan.
Media online hadir untuk menjawab kebutuhan informasi yang
serba cepat, real time, dan praktis. Kehadiran
ponsel pintar dan penetrasi internet yang luas memicu lahirnya platform baru ini.
Jargon “Informasi ada di tangan Anda” menemukan relevansinya, karena hanya
dengan sentuhan jari orang sudah bisa terhubung dengan informasi dari belahan
bumi mana pun tanpa sekat.
Melihat pasar yang semakin membludak, kemunculan media
online tak dapat dibendung. Media-media baru bertumbuhan untuk ikut menyantap
kue iklan yang kian aduhai. Kemunculan itu juga dipicu oleh lebih mudahnya
membuat media online ketimbang media cetak. Media online memutus anggaran untuk
pencetakannya.
Kini, media online tak hanya berbasis di Jakarta. Di
beberapa daerah juga banyak lahir media-media daring (dalam jaringan) baru
dengan tawaran konten lokal. Di Madura, media-media semacam itu juga
bermunculan, namun perkembangannya masih awut-awutan karena didirikan tanpa perhitungan
yang matang.
Ada beberapa hal yang harus diperhitungkan sebelum
mendirikan media online dengan segmen pembaca masyarakat Madura. Pertama, pemilik media harus memperhitungkan
seberapa besar pangsa pasar media online di Madura. Pertanyaan mendasarnya
adalah berapa jumlah netizen (pengguna
internet) di Pulau Garam ini. Lebih fokus lagi, berapa jumlah pembaca media
online berkonten Madura?
Data-data semacam itu seharusnya mereka miliki sebelum
terjun total di bisnis ini. Bagaimanapun, dewa pertama bagi media online adalah
pembaca. Dewa kedua adalah pengiklan. Namun, tanpa dewa pertama, dewa kedua
akan minggat. Media online tanpa pengiklan akan mati secara pelan-pelan karena
iklan adalah nyawa mereka. Media online tidak memungut biaya dari pembaca, kecuali
situs-situs berbayar.
Kedua, beritanya harus eksklusif dan menarik. Banyaknya media
online nasional yang memiliki wartawan di sejumlah daerah, termasuk di Madura,
menuntut wartawan lokal mencari berita
yang tidak diekspos oleh media nasional tersebut. Sebab, kalau beritanya sama,
orang cenderung memilih media nasional.
Berita yang disuguhkan juga harus menarik. Orang cenderung
enggan membaca berita-berita ringan, karena di internet banyak bertebaran
berita-berita yang lebih bermutu ketimbang berita tersebut. Menyiasati hal ini,
banyak pengelola media membuat judul berita yang terkesan bombastis,
semata-mata untuk menjentikkan api penasaran mereka.
Ketiga, manfaatkan media sosial. Realitas umum di masyarakat
Madura menunjukkan bahwa tidak sedikit dari mereka yang mengenal internet
lantaran kehadiran situs jejaring sosial Facebook. Mereka lebih dulu kenal
Facebook ketimbang mesin pencari Google. Fakta ini harus dilihat sebagai sebuah
peluang. Antarkan laman-laman berita ke dinding Facebook atau linimasa Twitter mereka
agar mereka tertarik untuk mengunjunginya.
Keempat, pengelolaan harus profesional. Media online dituntut untuk serba cepat dalam
memoderasi berita-beritanya. Kalau jarang update,
laman tersebut akan ditinggalkan oleh pembaca. Untuk itu, dibutuhkan wartawan
dengan mobilitas yang tinggi sekaligus punya wawasan yang luas tentang
jurnalisme, agar berita yang dikirimkan kepada redaksi tidak membutuhkan banyak
perbaikan.
*terbit di Koran Madura, edisi Kamis, 14 November 2013
**sumber foto: http://jambidaily.com
0 Response to ""Ngobrolin" Media Online di Madura"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.