2013
Sebagai sebuah siklus, tentu saja angka tersebut
sulit diubah mengikuti kelakar kawan tersebut. Selain ditampik akal
sehat, banyak pula yang tak percaya klenik. Sampai saat ini, angka 13
tetap saja bertengger di belakang angka 2000.
Bagi yang percaya petaka angka 13, mungkin mereka
kian yakin setelah menyaksikan banyak musibah di awal tahun ini. Ada
Ibu Kota yang tiba-tiba menjadi sungai, anak menteri menabrak orang
dan tak kunjung dihukum, aparat mati ditembak, bayi tewas karena
ditolak pihak Rumah Sakit, dst.
Selain kejadian-kejadian di atas, dunia politik
juga menyumbangkan musibah dengan gayanya sendiri. Beberapa hari
terakhir kita disuguhi berita tentang presiden yang mengambil alih
kendali atas partainya karena elektabilitasnya jeblok, setelah sang
Ketua Umum dinilai tak mampu mengembalikan citra positif partai.
Ramai-ramai orang menyayangkan sikap tersebut. Ia dinilai tidak
konsisten terhadap pernyataannya beberapa bulan lalu, bahwa menteri
yang ngurus partai sebaiknya mengundurkan diri. Kepada yang
menyayangkan sikap presiden tersebut ada yang bertanya, “Mulai
kemarin memangnya kita punya presiden?”
Sebelumnya, kita juga disuguhi berita ditangkapnya
seorang ketua partai karena disangka menjadi maling sapi. Saya
menggunakan istilah “maling sapi” karena berharap hukumannya sama
atau bahkan melebihi hukuman maling sapi di kampung-kampung. Selama
ini, maling sapi dihukum selalu lebih berat ketimbang koruptor.
Terhadap kasus itu, masyarakat pun ramai. Banyak
yang menggunjing karena partai yang diketuai tersangka itu
mengaku-aku berasas agama tertentu. Ada yang sinis dan mengubah
kepanjangan nama partainya menjadi Partai Korupsi Sapi. Pada
lambangnya diganti sapi berwarna kuning.
Masih banyak musibah-musibah politik dan hukum
yang disuguhkan media setiap hari. Kebocoran sprindik KPK, pajak
keluarga presiden, Lumpur Lapindo, anggota dewan di rumah artis
pengguna narkoba, dll. Semua itu memenuhi batok kepala saban hari,
silih berganti. Riuh bukan main.
Keriuhan itu pula yang memenuhi situs jejaring
sosial. Komentar-komentar atas sebuah kasus muncul susul-menyusul.
Sebagai media yang nyaris tanpa sekat, jejaring sosial membuat
penggunanya bebas berkoar-koar tanpa perlu memandang apakah dirinya
punya kapasitas berbicara soal yang dikomentarinya. Dan memang
rasanya tak perlu punya kemampuan khusus untuk mengomentari fenomena
politik dan hukum di Indonesia. Skenarionya selalu mudah ditebak.
Ke depan, tidak menutup kemungkinan dunia politik
akan makin ramai. Bagaimanapun, perebutan kursi kekuasaan pada tahun
2014 akan mengubah suasana keseharian pada tahun-tahun sebelumnya.
tahun 2013 adalah tahun politik. Persaingan antarpartai makin ganas
dengan berbagai intrik. Boleh jadi, kasus-kasus baru akan bermunculan
dengan motif-motif politis.
Apakah keriuhan-keriuhan itu merupakan bukti nyata
dari sialnya angka 13? Entahlah. Saya bukan ahli klenik. Yang jelas,
belakangan mulai muncul frasa-frasa baru semacam “tsunami politik”.
Bila sudah menyangkut tsunami, bukankah itu adalah musibah?
*tulisan ini dimuat Koran Madura edisi Kamis, 21 Februari 2013
**sumber foto: vhrmedia.com
keren,,, karikaturnya :p
ReplyDeletekok jadi jaddung.us
ReplyDeletegaya rek :p