Demo Alumni Annuqayah (2)
Orasi terus berlangsung, masih dikendalikan oleh Hartono. Kali ini orasi sepenuhnya dipusatkan dari atas mobil pick-up. Massa mendesak masuk ke Mapolres, namun ditahan oleh korlap dan aparat. Terjadi aksi saling dorong, namun akhirnya berhasil ditenangkan. Bapak Masyhuri Derajat kemudian tampil meneriakkan orasinya sekaligus meminta massa untuk tenang. Beliau juga mengatakan bahwa demo tersebut adalah aksi damai. Massa yang berbuat anarkis disilahkan untuk ditahan oleh aparat. Pak Masyhuri lalu mempersilahkan Bapak Halim Ismail untuk memimpin tahlil.
Pak Halim sebelum memulai tahlil sempat berorasi sebentar. Beliau mengatakan bahwa Kapolres telah mendhalimi PP. Annuqayah. Dengan tahlil itu diharapkan dia sadar atas tindakannya tersebut. Beliau juga meminta seluruh massa duduk, tidak luput para aparat. “Kalau aparat tidak duduk, tahlil tidak akan dimulai,” ancamnya.
Selesai pembacaan tahlil, Pak Masyhuri kembali berorasi. Beliau membaca press release yang berisi tuntutan kepada Kapolres Sumenep, AKBP Dirin. Salah satu tuntutannya adalah Kapolres harus meminta maaf kepada PP. Annuqayah secara lisan dan melalui media massa. Dan rekrutmen calon polisi yang sudah dilakukan harus digagalkan saat itu juga.
Muhri mengambil alih orasi dan meminta Kapolres segera keluar. Massa mulai bergolak karena permintaan mereka belum juga dikabulkan. Sampai akhirnya Wakapolres Muhammad Fadil meminta untuk menggantikan Kapolres dalam permohonan maafnya, namun permintaan itu tidak diterima oleh massa. Mereka tetap mendesak Kapolres yang datang ke hadapan mereka. Wakapolres yang sudah menuju mobil terpaksa balik kucing sambil diteriaki oleh massa.
Di atas jembatan itu massa saling dorong. Korlap dan aparat melakukan negosiasi. Akhirnya mereka sepakat memberi waktu kepada Wakapolres untuk ngomong. Hanya saja, kehadirannya tidak untuk meminta maaf, hanya memberi informasi tentang keberadaan Kapolres yang ternyata masih di Mapolda Jatim, Surabaya. Fadil mengatakan, Kapolres sudah sepakat untuk pulang dan menemui massa, tetapi tidak tahu apakah menggunakan mobil atau helikopter. Massa diminta untuk menunggu.
Selesai Wakapolres memberi informasi, Hartono kembali berorasi. Kali ini dia meminta Wakapolres untuk tidak turun dari atas mobil. “Ini sebagai jaminan bahwa Wakapolres tidak bohong. Kita sandera beliau di sini, sekaligus agar berpanas-panasan bersama kita,” katanya. Wakapolres menuruti tuntutan massa. Hartono juga mengatakan bahwa dari Mapolda Jatim ke Sumenep, kalau pakai helikopter hanya butuh waktu 20 menit. Jadi, massa masih bisa menunggu.
Dalam masa penungguan itu, Hartono mempersilahkan perwakilan alumni PP Annuqayah dari Jogja, UIM dan Unija untuk berorasi. Mereka bergantian melakukan orasi di samping Wakapolres yang duduk manis.
Massa menunggu, namun Kapolres belum juga datang. Akhirnya, pada pukul 12:12 WIB, mereka bergerak ke gedung DPRD Sumenep dengan tetap menyandera Wakapolres. Sepanjang perjalanan, Fadil diikuti oleh beberapa anak buahnya. Orasi terus dilakukan. Jalanan macet. Traffic light tidak berfungsi. Polisi menyetop kendaraan yang lalu lalang untuk memberi jalan kepada massa aksi.
Massa tidak langsung ke gedung DPRD, tapi ke Masjid Agung terlebih dahulu untuk melakukan shalat dhuhur bersama. Beberapa polisi yang ikut juga melakukan shalat. “Kalau tidak karena kita ajak, mereka pasti tidak akan shalat. Paling ngorok di kantornya,” kata seorang anggota aksi dalam bahasa Madura.
Sehabis shalat, saya duduk di teras masjid. Dan baru ingat bahwa semenjak pagi belum makan. Perut keroncongan. Saya keluar untuk mencari pengganjal perut. Untung saja, Paisun membawa saya kepada seorang alumni yang ternyata membawa nasi. Saya makan tanpa air minum. Tak apa, yang penting kenyang. Darurat. Hehehe...
Namun, ketika selesai makan dan pergi ke depan kantor DPRD, saya menyesal karena terlalu lama istirahat. Saya kehilangan beberapa informasi sebab massa mulai bergolak di depan gedung dewan itu. Suasana panas yang hadir barangkali ditimbulkan oleh sinar cerah matahari dan rasa emosi karena polisi membohongi mereka. AKBP Dirin belum juga datang ke tengah-tengah massa. Sementara mereka sudah menunggu sekitar 2 jam.
Wakapolres kemudian meminta waktu 30 menit untuk menunggu, tapi massa tetap menolak. Mereka mendesak untuk membawa Wakapolres ke PP. Annuqayah sebagai sandera. Muhri kemudian meminta Pak Husnan A. Nafi' dan Pak Halim berada di atas mobil sebagai saksi. Namun, hanya Pak Halim yang naik. Beliau langsung merebut mik setelah sebelumnya berbincang dengan Wakapolres. Pak Halim mengatakan bahwa Wakapolres siap dibawa ke PP. Annuqayah. Mobil kemudian bergerak dan massa menuju kendaraan masing-masing.
Memanfaatkan kelengahan massa aksi, sejumlah polisi kemudian menerobos dan membuat pagar betis lengkap dengan tamengnya untuk menghalangi gerak mobil. Massa yang sudah berjauhan tidak bisa menahan gerak polisi yang cukup cepat tersebut, sehingga Wakapolres yang sudah disandera berhasil direbut kembali oleh anak buahnya.
Tepat di sebelah selatan saya berdiri, barisan polisi yang membawa Wakapolres dikejar oleh massa. Massa mengamuk karena merasa dibohongi. Mereka melemparkan air ke arah aparat. Sejumlah polisi terlihat bersitegang dengan sebagian massa, tapi kemudian mereka mundur dan berlindung di balik tameng yang siaga sejak tadi. Massa masih terus melempari mereka dengan air mineral, botol minuman, dan batu. Pintu gerbang gedung DPRD dirobohkan. Kaca dan genting pos penjagaan pecah. Pot bunga digulingkan. Korlap aksi yang berusaha menahan tidak bisa berbuat banyak.
Saya melihat beberapa benda keras beterbangan di atas saya. Saya baru sadar bahwa ini berbahaya terhadap kamera yang saya pegang. Sialnya, pada saat itulah baterei kamera habis. Video yang saya rekam hanya sampai di situ saja. Saya lalu bergerak ke arah utara.
Di pintu gerbang gedung DPRD bagian utara, Brimob menembakkan gas air mata. Kontan massa aksi berlarian karena merasakan mata dan hidungnya perih. Massa semburat menyelamatkan diri, kemudian menyirami matanya dengan air dan mengoleskan odol di sekitar matanya. Saat itulah kericuhan mulai mereda.
Sebagian dari mereka sudah ada yang menuju mobil untuk pulang. Namun kembali dipanggil untuk terus bertahan. Pukul 14:03 WIB. massa akhirnya terkonsentrasi di depan Taman Adipura. Sejumlah polisi membentuk pagar betis.
Dengan sisa baterei yang ada, kamera saya paksa mengabadikan seorang anggota aksi yang kepalanya bocor. Darah mengucur dan mengenai sweater dan kaos yang dipakainya.
Demonstrasi dengan massa yang besar memang rentan disusupi provokator. Di demo ini pun ada seorang penyusup yang kemudian ditangkap oleh Pak Fathol Khaliq. Lelaki berbadan kekar itu kemudian digiring menjauh dari kerumunan massa.
Sambil menunggu Kapolres datang, para korlap mengecek anggota aksi. Beberapa mereka yang memegang batu disuruh buang. Polisi kemudian membagikan air mineral, namun dipecahkan oleh massa dengan cara diinjak. Pecahan-pecahan air mineral di atas aspal itu kemudian dilingkari. Di dalam lingkaran tersebut mereka menulis kata “Haram” dan “Munafik”.
Pukul 14:25 WIB. Kapolres AKBP Dirin akhirnya datang menemui massa. Dia meminta maaf karena massa telah lama menunggu. Dia juga secara pribadi meminta maaf atas kesalahpahaman mengenai penerimaan calon polisi kemarin dan mengenai hal-hal selanjutnya akan dikoordinasikan dengan Polda Jatim. Dirin menghimbau kepada massa aksi agar jangan terprovokasi.
Setelah Kapolres menyampaikan permohonan maafnya, massa langsung bubar.
Guluk-Guluk, Rabu, 18 Juli 2012
Pak Halim sebelum memulai tahlil sempat berorasi sebentar. Beliau mengatakan bahwa Kapolres telah mendhalimi PP. Annuqayah. Dengan tahlil itu diharapkan dia sadar atas tindakannya tersebut. Beliau juga meminta seluruh massa duduk, tidak luput para aparat. “Kalau aparat tidak duduk, tahlil tidak akan dimulai,” ancamnya.
Selesai pembacaan tahlil, Pak Masyhuri kembali berorasi. Beliau membaca press release yang berisi tuntutan kepada Kapolres Sumenep, AKBP Dirin. Salah satu tuntutannya adalah Kapolres harus meminta maaf kepada PP. Annuqayah secara lisan dan melalui media massa. Dan rekrutmen calon polisi yang sudah dilakukan harus digagalkan saat itu juga.
Muhri mengambil alih orasi dan meminta Kapolres segera keluar. Massa mulai bergolak karena permintaan mereka belum juga dikabulkan. Sampai akhirnya Wakapolres Muhammad Fadil meminta untuk menggantikan Kapolres dalam permohonan maafnya, namun permintaan itu tidak diterima oleh massa. Mereka tetap mendesak Kapolres yang datang ke hadapan mereka. Wakapolres yang sudah menuju mobil terpaksa balik kucing sambil diteriaki oleh massa.
Di atas jembatan itu massa saling dorong. Korlap dan aparat melakukan negosiasi. Akhirnya mereka sepakat memberi waktu kepada Wakapolres untuk ngomong. Hanya saja, kehadirannya tidak untuk meminta maaf, hanya memberi informasi tentang keberadaan Kapolres yang ternyata masih di Mapolda Jatim, Surabaya. Fadil mengatakan, Kapolres sudah sepakat untuk pulang dan menemui massa, tetapi tidak tahu apakah menggunakan mobil atau helikopter. Massa diminta untuk menunggu.
Selesai Wakapolres memberi informasi, Hartono kembali berorasi. Kali ini dia meminta Wakapolres untuk tidak turun dari atas mobil. “Ini sebagai jaminan bahwa Wakapolres tidak bohong. Kita sandera beliau di sini, sekaligus agar berpanas-panasan bersama kita,” katanya. Wakapolres menuruti tuntutan massa. Hartono juga mengatakan bahwa dari Mapolda Jatim ke Sumenep, kalau pakai helikopter hanya butuh waktu 20 menit. Jadi, massa masih bisa menunggu.
Dalam masa penungguan itu, Hartono mempersilahkan perwakilan alumni PP Annuqayah dari Jogja, UIM dan Unija untuk berorasi. Mereka bergantian melakukan orasi di samping Wakapolres yang duduk manis.
Massa menunggu, namun Kapolres belum juga datang. Akhirnya, pada pukul 12:12 WIB, mereka bergerak ke gedung DPRD Sumenep dengan tetap menyandera Wakapolres. Sepanjang perjalanan, Fadil diikuti oleh beberapa anak buahnya. Orasi terus dilakukan. Jalanan macet. Traffic light tidak berfungsi. Polisi menyetop kendaraan yang lalu lalang untuk memberi jalan kepada massa aksi.
Massa tidak langsung ke gedung DPRD, tapi ke Masjid Agung terlebih dahulu untuk melakukan shalat dhuhur bersama. Beberapa polisi yang ikut juga melakukan shalat. “Kalau tidak karena kita ajak, mereka pasti tidak akan shalat. Paling ngorok di kantornya,” kata seorang anggota aksi dalam bahasa Madura.
Sehabis shalat, saya duduk di teras masjid. Dan baru ingat bahwa semenjak pagi belum makan. Perut keroncongan. Saya keluar untuk mencari pengganjal perut. Untung saja, Paisun membawa saya kepada seorang alumni yang ternyata membawa nasi. Saya makan tanpa air minum. Tak apa, yang penting kenyang. Darurat. Hehehe...
Namun, ketika selesai makan dan pergi ke depan kantor DPRD, saya menyesal karena terlalu lama istirahat. Saya kehilangan beberapa informasi sebab massa mulai bergolak di depan gedung dewan itu. Suasana panas yang hadir barangkali ditimbulkan oleh sinar cerah matahari dan rasa emosi karena polisi membohongi mereka. AKBP Dirin belum juga datang ke tengah-tengah massa. Sementara mereka sudah menunggu sekitar 2 jam.
Wakapolres kemudian meminta waktu 30 menit untuk menunggu, tapi massa tetap menolak. Mereka mendesak untuk membawa Wakapolres ke PP. Annuqayah sebagai sandera. Muhri kemudian meminta Pak Husnan A. Nafi' dan Pak Halim berada di atas mobil sebagai saksi. Namun, hanya Pak Halim yang naik. Beliau langsung merebut mik setelah sebelumnya berbincang dengan Wakapolres. Pak Halim mengatakan bahwa Wakapolres siap dibawa ke PP. Annuqayah. Mobil kemudian bergerak dan massa menuju kendaraan masing-masing.
Memanfaatkan kelengahan massa aksi, sejumlah polisi kemudian menerobos dan membuat pagar betis lengkap dengan tamengnya untuk menghalangi gerak mobil. Massa yang sudah berjauhan tidak bisa menahan gerak polisi yang cukup cepat tersebut, sehingga Wakapolres yang sudah disandera berhasil direbut kembali oleh anak buahnya.
Tepat di sebelah selatan saya berdiri, barisan polisi yang membawa Wakapolres dikejar oleh massa. Massa mengamuk karena merasa dibohongi. Mereka melemparkan air ke arah aparat. Sejumlah polisi terlihat bersitegang dengan sebagian massa, tapi kemudian mereka mundur dan berlindung di balik tameng yang siaga sejak tadi. Massa masih terus melempari mereka dengan air mineral, botol minuman, dan batu. Pintu gerbang gedung DPRD dirobohkan. Kaca dan genting pos penjagaan pecah. Pot bunga digulingkan. Korlap aksi yang berusaha menahan tidak bisa berbuat banyak.
Saya melihat beberapa benda keras beterbangan di atas saya. Saya baru sadar bahwa ini berbahaya terhadap kamera yang saya pegang. Sialnya, pada saat itulah baterei kamera habis. Video yang saya rekam hanya sampai di situ saja. Saya lalu bergerak ke arah utara.
Di pintu gerbang gedung DPRD bagian utara, Brimob menembakkan gas air mata. Kontan massa aksi berlarian karena merasakan mata dan hidungnya perih. Massa semburat menyelamatkan diri, kemudian menyirami matanya dengan air dan mengoleskan odol di sekitar matanya. Saat itulah kericuhan mulai mereda.
Sebagian dari mereka sudah ada yang menuju mobil untuk pulang. Namun kembali dipanggil untuk terus bertahan. Pukul 14:03 WIB. massa akhirnya terkonsentrasi di depan Taman Adipura. Sejumlah polisi membentuk pagar betis.
Dengan sisa baterei yang ada, kamera saya paksa mengabadikan seorang anggota aksi yang kepalanya bocor. Darah mengucur dan mengenai sweater dan kaos yang dipakainya.
Demonstrasi dengan massa yang besar memang rentan disusupi provokator. Di demo ini pun ada seorang penyusup yang kemudian ditangkap oleh Pak Fathol Khaliq. Lelaki berbadan kekar itu kemudian digiring menjauh dari kerumunan massa.
Sambil menunggu Kapolres datang, para korlap mengecek anggota aksi. Beberapa mereka yang memegang batu disuruh buang. Polisi kemudian membagikan air mineral, namun dipecahkan oleh massa dengan cara diinjak. Pecahan-pecahan air mineral di atas aspal itu kemudian dilingkari. Di dalam lingkaran tersebut mereka menulis kata “Haram” dan “Munafik”.
Pukul 14:25 WIB. Kapolres AKBP Dirin akhirnya datang menemui massa. Dia meminta maaf karena massa telah lama menunggu. Dia juga secara pribadi meminta maaf atas kesalahpahaman mengenai penerimaan calon polisi kemarin dan mengenai hal-hal selanjutnya akan dikoordinasikan dengan Polda Jatim. Dirin menghimbau kepada massa aksi agar jangan terprovokasi.
Setelah Kapolres menyampaikan permohonan maafnya, massa langsung bubar.
Guluk-Guluk, Rabu, 18 Juli 2012
0 Response to "Demo Alumni Annuqayah (2)"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.