Aku dan Penyakit Baru
Jum’at, 17 Desember 2010
Di beberapa mushalla adzan sudah agak lama berkumandang. Lamat-lamat berganti suara dzikiran. Beberapa mushalla yang lain sudah hening dari tadi karena listrik padam. Aku memilih bertahan di kantor menemani kawan yang sendirian. Malam mulai menebar gelap. Aku masih duduk di depan laptop menyelesaikan tugas sambil menunggu lampu nyala kembali.
Tak lama kemudian lampu menyala. Aku girang. Laptop yang sedari tadi batereinya sudah minim, kini bisa dicas. Kuarahkan pointer ke ikon baterei. 45% (17 remaining), kotak dialog mengabarkan. Cepat-cepat kumatikan lalu kuambil charger. Lampu orange menyala tanda aliran listrik telah mengisi baterei.
Selesai mencas laptop aku langsung ke kamar sebelah untuk menunaikan shalat maghrib. Kulepaskan baju dan kopiah untuk mengambil wudlu. Di kamar sebelah kulihat kawan-kawan sedang makan. Aku ditawari, tapi tak mau karena sudah selesai tadi sore. Aku berlalu dari mereka untuk ke kamar mandi.
Selesai mengambil wudlu aku ke kamar pojok untuk shalat. Sengaja kumatikan lampu karena aku memang tak terlalu suka sinar terang. Lampu dari luar sudah cukup untuk menerangi sidikit keadaan kamar.
Di dalam kamar itu aku sendirian. Kawan-kawan lain ada yang pulang dan ada pula yang pergi entah ke mana. Sepi benar kamar itu, apalagi sehabis maghrib.
Lepas shalat kuambil al-Qur’an. Lampu yang temaram membuat pandangkanku terhadap tulisan dalam al-Qur’an jadi tidak jelas. Kuhidupkan saja lampunya dan mulai mengaji. Setelah membaca tiga fatihah kubuka surat Al-Kahfi. Kubaca perlahan-lahan. Ayat demi ayat mengalir.
Satu surat itu sudah hampir selesai. Tinggal selembar saja. Tiba-tiba aku merasakan ada yang lain di sekujur tubuhku. Lambat dan pasti. Rasa gatal tiba-tiba datang. Meriang di tengkuk, paha, punggung, leher, tangan, perut, betis, dan seterusnya. Meski gatal, aku masih terus bertahan untuk menyelesaikan bacaan Al-Qur’an tadi.
Sehabis membaca Al-Qur’an, betapa kagetnya aku ketika terlihat disekujur tubuhku timbul benjolan-benjolan seperti bekas gigitan nyamuk. Benjolan itu merata nyaris ke seluruh tubuhku. Aku panik, namun tetap bertahan. Rasa sakit juga mulai menjalar ke mana-mana. Kulitku seperti melepuh.
Dalam keadaan panik kumatikan lampu. Harapku, aku lebih bisa bertahan tanpa melihat secara jelas bagaimana tubuhku saat itu. Aku berusaha tidur, tapi rasa gatal yang menyerang membuat pikiranku tak bisa tenang. Tanganku menggaruk sekujur tubuh tak henti-henti. Rasa sakit merajalela.
Tiba-tiba kepalaku terasa pening. Batok kepala berdenyut-denyut. Pandanganku terasa mulai tidak normal. Kurebahkan tubuhku di lantai berbantal sajadah beralas banner. Lumayan, rasa pening itu berkurang. Namun, tiba-tiba dadaku terasa sesak. Tenggorokan seperti menyempit. Terpaksa aku bangun kembali. Perasaanku tak karuan.
Tak ada orang yang tahu aku menderita. Pun aku tak hendak mengabarkan mereka. Aku yakin sebentar lagi penyakit ini bisa sembuh tanpa harus menunggu bantuan mereka. Dan aku harus bertahan sampai penyakit itu betul-betul lenyap.
Kulit tubuhku sudah tak keruan bentuknya. Memar bekas garukan terlihat membekas. Warna merah menghias di ujung benjolan. Namun, rasa gatal mulai mengecil. Pikiranku makin yakin akan lenyapnya penyakit tersebut. Kurebahkan lagi tubuhku. Perasaan nyaman mulai menyebar di seluruh badanku. Akhirnya aku tertidur.
Sekitar satu jam mataku terlelap, reflek aku dibangunkan oleh tenggorokan yang sakit. Ludah terasa pahit dan membanjir di mulutku. Perlahan aku bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk wudlu dan shalat Isya. Pening kepalaku makin menjadi-jadi, tapi kupaksakan untuk tetap pergi.
Di kamar mandi, kepalaku tambah pening. Tenggorkan nyeri seperti ada yang mencekik. Lambung berdenyut-denyut. Aku yakin sebentar lagi aku muntah. Dan benar adanya, nasi yang kumakan tadi sore menyentak keluar dari mulutku dan tumpah di lantai kamar mandi. Lambungku seperti diiris-iris. Perut kosong. Mulut terasa pahit. Aku benar-benar tersiksa.
Selesai muntah, kurasakan kondisi tubuhku perlahan-lahan membaik. Lambung kembali normal. Nyeri di kepala sudah lumayan hilang. Aku keluar dari kamar mandi sehabis membersihkan kotoran hasil muntahku tadi. Aku tak jadi berwudlu karena tiba-tiba tubuh terasa dingin.
Aku mengambil jaket di kamar dan pergi ke kantor kembali untuk mengambil laptop yang sudah dicas tadi. Beterei sudah penuh, terlihat dari lampu penandanya yang menyalakan warna hijau. Sehabis dari kantor, aku kembali ke kamar sebelah dan tertidur. Baru sekitar pukul 02:30 aku bangun dan shalat Isya.
****
Mestinya malam itu aku menghadiri rapat LPM di kampusku. Aku sudah menyanggupi kepada seorang kawan untuk hadir. Namun, apa daya, penyakit itu datang tak disangka.
Aku tidak tahu penyakit apa yang menyerangku malam itu. Aku memang belum pernah berkonsultasi dengan dokter soal itu. Dulu, aku juga pernah mengalami hal ini, namun tak sampai muntah-muntah seperti malam itu. Hanya rasa gatal yang menyerang. Intensitasnyapun tak selama malam itu yang sampai tiga jam.
Pagi, Di Atas Kursi, 18 Desember 2010
0 Response to "Aku dan Penyakit Baru"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.