Gus Dur Tabayun
Ini semacam resensi saya yang dimuat oleh NU Online dalam rangka haul almarhum Gus Dur beberapa waktu lalu. Sejumlah susunan kalimat sudah melewati koreksi dari redaktur. Ini buku lawas yang tetap enak dibaca karena menerakan keluasan pikiran-pikiran beliau.
Judul : Tabayun Gus Dur
Penulis : Abdurrahman Wahid
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetakan 1 : 1998
KH ABDURRAHMAN WAHID sudah “pulang” dua tahun lalu. Secara jasadi, ia tak tampak. Namun, pemikirannya masih terus (bias) dibaca banyak orang. Itulah fungsi menulis kata Pramoedya Ananta Toer. “Menulis adalah kerja untuk keabadian,” katanya. Gus Dur sadar betul pentingnya menulis. Sehingga ia tak pernah berhenti mengemukakan gagasan-gagasannya, lewat tulisan.
Membaca buku “Tabayun Gus Dur, Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi Kultural” saya dipertemukan dengan sebuah padang luas pikiran-pikiran mantan Pengurus Besar PBNU ini. Ragam tema yang diangkatnya membuktikan bahwa ia memang seorang ulama yang jenius. Dari tema politik hingga sepakbola, dan tak lupa: humor.
Buku ini adalah kumpulan wawancara sejumlah media dengan Gus Dur pada kisaran waktu tahun 80-an sampai 90-an. Karena sifatnya wawancara, maka ada sejumlah hal yang ia jelaskan tidak terlalu mendetail. Pun, hal ini berkaitan dengan konteks yang terjadi pada saat itu, sehingga pembaca yang awam seperti saya harus mendapat bantuan dari membaca berita-berita lain untuk memperoleh gambaran umum akan kondisi Indonesia pada waktu wawancara ini dilangsungkan.
Salah satu yang dibahas dalam buku ini adalah kasus Tabloid Monitor pada 1990.
Pada tema “Monitor”, tampak sekali keberpihakan Gus Dur membela hak-hak (minoritas) warga negara. Ia membela bukan pada pendapat Arswendo Atmowiloto, yang melakukan jajak pendapat dengan hasil Nabi berada di peringkat nomer 11, lebih rendah ketimbang Arswendo yang berada di nomer 10. Gus Dur kritik juga dengan perbuatan Arswendo. “Itu hanya bentuk kekenesan orang yang cepat sukses,” kata beliau.
Tapi, pembelaan Gus Dur adalah hak-hak Arswendo sebagai warga negara Indonesia. Ia menentang desakan pencabutan SIUPP Tabloid Monitor.
Selain Monitor, buku ini juga membahas tentang sepakbola. Pada tahun 1994, Indonesia dihinggapi demam Piala Dunia. Gus Dur pun sangat lihai dalam membahas dinamika persepakbolaan dunia. Dalam wawancara tersebut, ia meramalkan ada lima kesebelasan yang akan menjadi bintang pada Piala Dunia kali ini, yaitu Brazil, Argentina, Jerman, Belanda dan Italia. Mereka akan masuk di perempat final. Pada akhinrya, Brazil menjadi juara dan Italia runner up.
Di luar dua hal di atas, tentu saja orang berkacamata tebal sejak kecil itu juga sangat paham tentang dunia politik. Beberapa lontarannya soal isu suksesi 1998 seringkali mendapat reaksi dari masyarakat dan ulama NU.
Ia katakan, orang Kristen boleh saja menjadi Presiden. Pendapat itu mendapat kritik tajam karena ada nama Benny Moerdani, orang Kristen diisukan ingin menjadi presiden.
Membincang sosok Gus Dur memang tak akan ada habisnya. Menurut Mahfud MD, ia adalah sosok yang nyeleneh dan menghargai masyarakat dari semua kalangan, lebih-lebih rakyat kecil. Pada kiai-kiai, ia selalu mencium tangan ketika bersalaman, dan buru-buru menarik tangannya sendiri ketika dicium.
Meski pikiran-pikiran Gus Dur sarat rasionalitas, namun ia tetap percaya kepada hal-hal yang di luar kuasa akal. Berziarah ke makam-makam para wali adalah kebiasaan yang tidak bisa beliau tinggalkan. Bahkan, ziarah itu tidak hanya dilakukannya di dalam negeri. Di luar negeri pun Gus Dur sering berziarah, antara lain ke makam Ali al-Humaidy dan Imam Al-Ghazali.
Buku itu, meski tidak tebal-tebal amat, tapi sangat berguna untuk mengikuti jalan pikir mantan presiden kita ini, Gus Dur menjelaskan, atau Gus Dur tabayun.
Sumber: http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/12/35583/Buku/Gus_Dur_Tabayun.html
Penulis : Abdurrahman Wahid
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetakan 1 : 1998
KH ABDURRAHMAN WAHID sudah “pulang” dua tahun lalu. Secara jasadi, ia tak tampak. Namun, pemikirannya masih terus (bias) dibaca banyak orang. Itulah fungsi menulis kata Pramoedya Ananta Toer. “Menulis adalah kerja untuk keabadian,” katanya. Gus Dur sadar betul pentingnya menulis. Sehingga ia tak pernah berhenti mengemukakan gagasan-gagasannya, lewat tulisan.
Membaca buku “Tabayun Gus Dur, Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi Kultural” saya dipertemukan dengan sebuah padang luas pikiran-pikiran mantan Pengurus Besar PBNU ini. Ragam tema yang diangkatnya membuktikan bahwa ia memang seorang ulama yang jenius. Dari tema politik hingga sepakbola, dan tak lupa: humor.
Buku ini adalah kumpulan wawancara sejumlah media dengan Gus Dur pada kisaran waktu tahun 80-an sampai 90-an. Karena sifatnya wawancara, maka ada sejumlah hal yang ia jelaskan tidak terlalu mendetail. Pun, hal ini berkaitan dengan konteks yang terjadi pada saat itu, sehingga pembaca yang awam seperti saya harus mendapat bantuan dari membaca berita-berita lain untuk memperoleh gambaran umum akan kondisi Indonesia pada waktu wawancara ini dilangsungkan.
Salah satu yang dibahas dalam buku ini adalah kasus Tabloid Monitor pada 1990.
Pada tema “Monitor”, tampak sekali keberpihakan Gus Dur membela hak-hak (minoritas) warga negara. Ia membela bukan pada pendapat Arswendo Atmowiloto, yang melakukan jajak pendapat dengan hasil Nabi berada di peringkat nomer 11, lebih rendah ketimbang Arswendo yang berada di nomer 10. Gus Dur kritik juga dengan perbuatan Arswendo. “Itu hanya bentuk kekenesan orang yang cepat sukses,” kata beliau.
Tapi, pembelaan Gus Dur adalah hak-hak Arswendo sebagai warga negara Indonesia. Ia menentang desakan pencabutan SIUPP Tabloid Monitor.
Selain Monitor, buku ini juga membahas tentang sepakbola. Pada tahun 1994, Indonesia dihinggapi demam Piala Dunia. Gus Dur pun sangat lihai dalam membahas dinamika persepakbolaan dunia. Dalam wawancara tersebut, ia meramalkan ada lima kesebelasan yang akan menjadi bintang pada Piala Dunia kali ini, yaitu Brazil, Argentina, Jerman, Belanda dan Italia. Mereka akan masuk di perempat final. Pada akhinrya, Brazil menjadi juara dan Italia runner up.
Di luar dua hal di atas, tentu saja orang berkacamata tebal sejak kecil itu juga sangat paham tentang dunia politik. Beberapa lontarannya soal isu suksesi 1998 seringkali mendapat reaksi dari masyarakat dan ulama NU.
Ia katakan, orang Kristen boleh saja menjadi Presiden. Pendapat itu mendapat kritik tajam karena ada nama Benny Moerdani, orang Kristen diisukan ingin menjadi presiden.
Membincang sosok Gus Dur memang tak akan ada habisnya. Menurut Mahfud MD, ia adalah sosok yang nyeleneh dan menghargai masyarakat dari semua kalangan, lebih-lebih rakyat kecil. Pada kiai-kiai, ia selalu mencium tangan ketika bersalaman, dan buru-buru menarik tangannya sendiri ketika dicium.
Meski pikiran-pikiran Gus Dur sarat rasionalitas, namun ia tetap percaya kepada hal-hal yang di luar kuasa akal. Berziarah ke makam-makam para wali adalah kebiasaan yang tidak bisa beliau tinggalkan. Bahkan, ziarah itu tidak hanya dilakukannya di dalam negeri. Di luar negeri pun Gus Dur sering berziarah, antara lain ke makam Ali al-Humaidy dan Imam Al-Ghazali.
Buku itu, meski tidak tebal-tebal amat, tapi sangat berguna untuk mengikuti jalan pikir mantan presiden kita ini, Gus Dur menjelaskan, atau Gus Dur tabayun.
Sumber: http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/12/35583/Buku/Gus_Dur_Tabayun.html
Wah ketoke menarik, itu yang jajak pendapat apa sih? *kepo*
ReplyDelete@Untje van Wiebs Yang jajak pendapat itu Tabloid Monitor. Pimrednya Arswendo. :-)
ReplyDeletesy ingat GUs Dur pernah ke Gorontalo, sebagai presiden tanpa kawalan, tiba2 saja aparata daerah bingung dan heboh karena Gus Dur berada di daerah Paguyaman, dia diwawancarai pada waktu itu oleh seorang wartawan, ditanya, kenapa Gus datang tanpa kawalan, beliau bilang, saya menemui seseorang secara pribadi, seorang yang getarannya saya rasakan ketika berada di Jawa...dari sana beliau mendapat hadiah sebuah Kopiah Keranjang khas Gorontalo dan dipakainya sampai beliau lengser
ReplyDeletemas Rozi, mungkin info ini mendukung pernyataan beliau percaya pada hal2 luar biasa, karena beliau sendiri sebenarnya adalah seorang yang luar biasa
@Tonnys Wah, terima kasih info tambahannya, Mas Ton. Sangat menarik sekali memperbincangkan sosok Gus Dur, terutama soal penghormatannya kepada orang.
ReplyDeleteSaya hanya pernah menjumpainya satu kali ketika beliau berkunjung ke Sumenep Madura.
Tentang songkok, saya baru tahu kali ini kalau songkok tersebut dari Gorontalo. Benar-benar unik kiai yang satu ini. Sampai menjadi ciri khas. :-)
jadi pengen baca bukunya :)
ReplyDelete@Ely Meyer Buku lawas nih, Sob. tapi masih enak dibaca. Silahkan dimiliki. :-)
ReplyDeleteiya mas Rozi, songkok kerajinan khas Gorontalo, saya rasa gak ada sosok seperti Gus Dur ini mas..
ReplyDelete@Tonnys Bisa pesan songkoknya, Mas. :-D
ReplyDeleteAllahumaghfirlahu. Semoga Gus Dur tenang di sisi-Nya.
belum sempat baca buku ini, kayaknya keren mau cari Graha media dolo bukunya
ReplyDeletebisa aja mas, pasti
ReplyDeletentar sy pulang kampung deh...
@WahidBlog Keren memang, Mas. Terutama mengenai keberagaman dan keluasan pikiran-pikiran beliau.
ReplyDelete@TonnysWah, terima kasih, Mas Ton. Senang sekali mendengarnya. :-)
ReplyDeletegus dur emng nyentrik kalo menurut saya.........
ReplyDeletedan salah satu tokoh pendukung kebebasan....
:)
terutama dalam hal beribadah....